Menteri Susi Kumpulkan Bupati Jelaskan Permen Sadis
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Hari ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan menggelar pertemuan dengan sejumlah bupati, Ketua DPRD, pimpinan TNI AL dan Polisi Air untuk menjelaskan Peraturan Menteri NOMOR 2/PERMEN-KP/2015 di Graha Mina Bahari I, Gedung KKP, Jl. M.I. Ridwan Rais, Jakarta.
Seperti tertuang di situs resmi kkp.go.id, Peraturan Menteri (Per Men) No.2./PERMEN-KP/2015 yang dikeluarkan pada 9 Januari 2015 lalu masih banyak masyarakat yang masih bingung karena tidak memahami isi Permen tersebut secara mendalam.
Permen Nomor 2 tahun 2015 ini berisi tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets) di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia.
Dalam peraturan nomor 2, ditetapkan ada 8 pasal yang secara tegas melarang penggunaan alat penangkapan ikan jenis Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets). Trawls atau yang dikenal dengan pukat harimau sudah lama dilarang penggunaannya karena termasuk alat penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing). Sebagaimana dicantumkan dalam pasal 3, alat tangkap ini terdiri dari pukat hela dasar (bottom trawls), pukat hela pertengahan (midwater trawls), pukat hela kembar berpapan (otter twin trawls) dan pukat dorong. Sementara alat penangkapan ikan pukat tarik (seine nets) terdiri dari pukat tarik pantai (beach seines) dan pukat tarik berkapal (boat or vessel seines). Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dengan alat penangkapan ikan trawls dan seine nets yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, masih tetap berlaku sampai dengan habis masa berlakunya.
Sementara itu, peraturan nomor 2 ini penting dilakukan mengingat makin menipisnya kondisi sumberdaya perikanan, khususnya di Laut Arafura (WPP RI 718). Berdasarkan peta potensi sumberdaya ikan, wilayah Arafura sudah mengalami gejala tangkap-lebih (overfishing) untuk beberapa spesies ikan demersal. Potensi yang masih memungkinkan dieksploitasi lebih lanjut di WPP 718 tersebut adalah ikan pelagis kecil. Selain konsumsi BBM yang tinggi, kekurangan alat tangkap pukat ini adalah selektivitas yang rendah, yang dapat ditunjukkan dengan tingginya tangkapan sampingan (by catch). Tingginya tangkapan sampingan ini tentu dapat merusak kelestarian sumberdaya. Begitu pula kondisi Laut Jawa yang juga sudah semakin mengalami overfishing, khususnya udang dan pelagis kecil.
Selain masalah ekologis, penggunaan pukat tarik juga sering menimbulkan konflik sosial antar nelayan. Pasca otonomi daerah, semakin banyak nelayan yang memodifikasi alat tangkapnya menjadi alat tangkap yang mirip dengan prinsip kerja trawl.
Peraturan “Sadis” Menteri Susi
Per tanggal 7 Januari 2015, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengeluarkan produk hukum berupa Peraturan Menteri KP No.1 Tahun 2015. Dalam salah satu pasal menyebutkan pelarangan penangkapan lobster dengan ukuran karapas (cangkang) di bawah 8 senti meter dan kepiting dengan ukuran karapas di bawah 15 senti meter serta rajungan dengan ukuran karapas di bawah 10 sentimeter.
Tidak hanya itu, tetapi pada awal 2015 ini, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti tak hanya melarang penangkapan lobster, kepiting, dan rajungan. Pemilik maskapai Susi Air juga melarang dengan tegas penggunaan alat penangkap ikan berupa pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets) melalui peraturan menteri Nomor 2/PERMEN-KP/2015 yang berlaku mulai 9 Januari 2015 tersebut.
Dalam salinan peraturan menteri berjudul lengkap Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela dan Pukat Tarik di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia tersebut, Susi mendefinisikan alat penangkapan ikan sebagai sarana dan perlengkapan atau benda-benda lain yang digunakan untuk menangkap ikan.
Susi Keluhkan Harga Jaring
Saat menghadiri rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI beberapa waktu lalu Susi Pudjiastuti mengeluhkan harga jaring di Indonesia, yang menurut dia, terlalu tinggi di kawasan Asia Tenggara.
Menurut pemilik maskapai Susi Air tersebut harga jaring yang selangit itu dikarenakan pengenaan tarif bea masuk nilon impor sebesar 12 persen dan di sisi lain produksi nilon dalam negeri tidak berkembang dengan baik. Dia juga mengatakan produsen nilon yang kuat hanya dapat ditemukan di Cirebon.
Oleh karena itu dia meminta kepada anggota DPR komisi IV untuk membebaskan tarif impor benang nilon untuk kebutuhan nelayan.
"Beberapa kebijakan fiskal atas bahan yang dibutuhkan nelayan hampir tidak disentuh. Produk tuna dan udang masih menjadi bisnis UMKM marginal. Kenapa Timor Leste kena 0 persen di Eropa kenapa kita tidak? Nelayan kita masih sama miskinnya dengan nelayan mereka," kata dia.
Pada Minggu (1/2), di akun twitter resmi milik dia (@susipudjiastuti), Menteri dengan ciri khas rambut ikal sebahu ini mengemukakan rasa terima kasih kepada banyak pihak yang mendukung program kementerian yang dia pimpin.
“Terimakasih kepada WWF dan masyarakat yg telah memberikan dukungannya atas policy KKP untk perikanan berkelanjutan. Indonesia sejahtera!,” kata Susi dalam akun twitter resminya.
“Kepiting bertelur lepaskan di alam. Menetas min100 ekor biarkan besar di alam. Atur ukuran yg diambil. Alam adalah system budidaya terbaik,” kata Susi dalam akun twitter resminya. (Ant/akun twitter Susi Pudjiastuti/berbagai sumber/kkp.go.id).
Editor : Eben Ezer Siadari
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...