Menyikapi Penghitungan dan Hasil Pilpres sebagai Pemimpin
SATUHARAPAN.COM – Pemimpin sering disebut sebagai sosok yang memiliki kemampuan mengelola proses untuk mendorong orang-orang dan mengarahkan organisasi untuk mencapai tujuan bersama, sehingga hubungan antar manusia lebih kohesif dan koheren.
Kemampuan itu yang dipraktikkan dalam kehidupan, sehingga dia juga menjadi "role model" bagi orang-orang yang dipimpin. Situasi kritis sering menjadi ujian yang nyata bagi kualitas kepemimpinan seseorang: apakah dia akan bertahan sebagai “role model” dan fokus pada tujuan bersama, atau jatuh kepada kepentingan sendiri.
Situasi kita di Indonesia sekarang ini dalam pergulatan menentukan pemimpin bangsa yang akan mendapat mandat sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan (presiden) untuk lima tahun ke depan. Masa kampanye telah menjadi “panggung” bagi para kandidat menunjukkan kemampuan dan karakter pemimpin, dan rakyat telah menakar kapasitas dan kredibilitas mereka untuk menjadi presiden ketujuh Indonesia. Hari Rabu, 9 Juli lalu pilihan dan mandat telah diberikan oleh rakyat.
Yang dihadapi sekarang menghitung secara jujur dan sah mandat bangsa Indonesia itu diberikan kepada pasangan calon presiden dan wakil presiden yang mana. Ada berbagai penghitungan berdasarkan hitung cepat (quick count) atau hitung nyata (real count), dan pada 22 Juli disampaikan hitungan yang sah oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara berjenjang dari TPS hingga tingkat nasional. Namun hasil sementara telah diklaim sebagai kemenangan oleh masing-masing pasangan kandidat.
Situasi ini adalah situasi yang kritis, dan terasa ada ketegangan di masyarakat. Oleh karena itu, kita berharap bahwa para kandidat, dan juga tim pendukung utama mereka bisa menunjukkan kapasitas dan karakter pemimpin sesungguhnya, dengan menyikapi situasi ini tanpa melepaskan aspek “tujuan bersama” penyelenggaraan pemilu dan cita-cita negara; dengan menyikapi situasi untuk menjaga dan memperkuat kohesi bangsa.
Sikap para kandidat dan pendukungnya kita harapkan mencerminkan karakter pemimpin. Maka situasi kita sekarang merupakan ujian yang serius apakah para kandidat menyikapi situasi ini dengan baik dan mencerminkan karakter pemimpin sesungguhnya. Sikap yang menimbulkan konflik dengan “merusak” kejujuran atau “memanipulasi” fakta yang menjadi pertaruhan dalam penghitungan suara yang sah, jelas bukan watak pemimpin yang baik.
Siapa presiden yang terpilih dan menjabat lima tahun ke depan, keberhasilannya akan sangat ditentukan oleh sikapnya selama proses seleksi melalui mekanisme pemilihan umum. Juga oleh sikap dalam menjaga “fairness” dalam pemilihan dan penghitungan suara, dan konsistensi dalam menjaga karakter pemimpin yang pantas sebagai “role model” sehingga tetap mempertahankan kohesi bangsa.
Sikap itu tidak cukup disampaikan dalam kata-kata belaka, melainkan perlu ditunjukkan dengan sikap yang nyata yang dirasakan oleh seluruh warga bangsa. Memanfaatkan situasi kritis ini, dan merapuhkan kohesi bangsa jelas bertentangan dengan watak pemimpin yang diharapkan. Para kandidat dan para pendukung mereka bertanggung jawab untuk mewujudkan hal itu.
Memanipulasi penghitungan suara yang tengah berlangsung dalam jajaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) mungkin akan menjadikan salah satu pasangan memenangi pemilihan presiden ini dan memperoleh jabatan, tetapi tidak akan menjadikannya pemimpin sejati. Apalagi proses seleksi ini barulah tahap awal kepemimpinan. Kinerja pada lima tahun ke depan adalah tantangan sesungguhnya dari kapasitas dan kredibilitas sebagai pemimpin.
Oleh karena itu, sampai 22 Juli mendatang, kita berharap makin nyata tampilnya kepemimpinan yang sesungguhnya, bukan sikap-sikap yang membahayakan kohesi bangsa. Kita berharap upaya-upaya untuk memanipulasi penghitungan suara dihentikan. Kita berharap suara sah yang ditetapkan secara berjenjang dan di KPU adalah fakta yang sebenarnya dari kehendak rakyat untuk memilih pemimpin.
Sikap rakyat Indonesian yang diwujudkan melalui partisipasi dalam mengawal penghitungan suara mencerminkan pemimpin yang dipilih secara jujur dan adil. Sikap rakyat ini harus dihargai melampaui kepentingan kelompok sdan individu. Dalam konteks ini penting mengingat pesan tokoh besar dunia, Nelson Mandela: Pemimpin sejati harus siap berkorban demi kemerdekaan rakyat.
Jadi, jangan sampai pemilu ini dicemari dengan menjadikan ajang mengorbankan rakyat demi kepentingan individu dan kelompok.
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...