Menyoal Dukungan Sosial bagi Lansia
SATUHARAPAN.COM— Lansia merupakan bagian dari stuktur usia penduduk di Indonesia yang perlu mendapat perhatian serius. Mengapa? Karena saat ini Indonesia mempunyai hampir 25 Juta lansia atau 9,3 persen dari total warga Indonesia.
Jumlah itu lebih besar daripada jumlah anak balita (di bawah lima tahun). Pada 2020 diperkirakan struktur penduduk Indonesia akan menua karena ada 10 persen lansia. Pada 2035—setelah bonus demografi—Indonesia akan mempunyai 48 juta lansia.
Bagi lansia dukungan sosial sungguh diperlukan karena fungsi tubuh lansia umumnya menurun. Selain mudah sakit, lansia juga berisiko mengalami perubahan mental. Pada saat bersamaan, mobilitas penduduk yang semakin tinggi membuat anak cepat meninggalkan orang tua.
Dukungan sosial lansia bisa berasal dari pasangan atau keluarganya. Namun, faktanya 4 dari 10 lansia hidup tanpa pasangan. Data memperlihatkan bahwa lansia perempuan yang hidup tanpa pasangan tiga kali lebih banyak daripada lansia laki-laki karena perempuan memiliki usia harapan hidup lebih panjang dan cenderung tidak menikah lagi.
Cita-cita lansia dan calon lansia untuk hidup bersama anak cucu pada hari tua secara perlahan namun pasti akan menghadapi tantangan besar karena system kekerabatan keluarga besar makin tergerus. Mengurus lansia bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan oleh anak dan cucu yang tinggal bersama mereka.
Perhatian warga di perkotaan maupun pedesaan juga makin mengalami penurunan drastis. Beberapa kasus seperti: lansia hilang, telantar atau meninggal tanpa diketahui waktunya, membuktikan bahwa lansia rentan dan dukungan sosial warga rendah terhadap lansia. Meskipun sekarang ini 60 persen lansia tinggal bersama keluarga mereka.
Persoalan lansia bukan hanya menyangkut masalah dukungan sosial dari anak, cucu, dan keluarga mereka karena mobilitas meningkat, melainkan juga perasaan lansia yang merasa terpinggirkan saat mereka tinggal bersama anak mereka karena perbedaan nilai-nilai yang dianut generasi yang lebih muda. Perbedaan dalam pandangan, soal selera musik, cara berpakaian, atau relasi lelaki dan perempuan bisa menjadi sumber stres sendiri bagi lansia.
Dalam penelitian yang dilakukan A. Wisnu (2015) dinyatakan bahwa penuaan penduduk membawa berbagai implikasi baik dari aspek sosial, ekonomi, hukum, politik dan kesehatan. Permasalahan kesehatan terkait dengan kemunduran fisik manusia yang terjadi secara alamiah, permasalahan sosial menyangkut bagaimana mereka mampu memanfaatkan waktu luangnya secara baik di lingkungan sosialnya dan permasalahan ekonomi yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan hidup merupakan permasalahan utama penduduk lansia. Dengan demikian upaya untuk mengatasi permasalahan lansia harus dilakukan secara komprehensif.
Upaya Pemberdayaan
Beberapa upaya strategis untuk memberikan dukungan sosial kepada lansia sudah dilakukan melalui berbagai program pemberdayaan diantaranya adalah: Pos Pemberdayaan Masyarakat yang selanjutnya disebut Posdaya disinyalir mampu dijadikan sebagai langkah strategis secara terukur dalam pemberdayaan lansia saat ini.
Posdaya adalah forum silaturahmi, komunikasi, advokasi dan wadah kegiatan penguatan fungsi-fungsi keluarga secara terpadu. Konsep Posdaya ini—sebagaimana dikembangkan Suyono & Haryanto (2009) mulai 2006—bertujuan pemberdayaan masyarakat dalam usaha memberikan motivasi dan dorongan kepada lansia (khususnya) agar mampu menggali potensi dirinya dan berani bertindak memperbaiki kualitas.
Pemberdayaan lansia melalui Posdaya didasarkan pada kebutuhan, potensi, dan juga budaya masyarakat setempat. Di samping itu, ada fungsi yang bisa dikembangkan, meliputi: agama, budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi dan kesehatan, pendidikan, ekonomi atau wirausaha, dan lingkungan. Anwas (2010) menyebut, kelembagaan ini merupakan modal sosial yang bisa dikembangkan, sehingga proses pemberdayaan lansia menjadi lebih maju dan dinamis.
Sebagai pembanding dengan negara-negara maju, telah dibangun pusat-pusat kegiatan lansia sebagai sarana infrasturktur yang mendukung supaya lansia tetap sehat, mandiri dan produktif. Di pusat-pusat kegiatan tersebut diadakan ragam acara pemberdayaan yang memfasilitasi lansia dapat berkumpul pada hari tertentu untuk berolah raga, belajar keterampilan tertentu, atau sekedar berkumpul bersama keluarga. Sarana-sarana pendukung untuk mereka berkegiatan juga perlu mendapatkan perhatian seperti halnya sarana transportasi.
Pendekataan psikologis dan keagamaan perlu juga dilakukan karena umumnya lansia Indonesia memiliki kesadaran tinggi terhadap agama. Pembentukan komisi lansia dan kegiatan kreatif perlu juga dibuat untuk para lansia di gereja. Kegiatan paduan suara lansia, pendalaman Alkitab lansia, persekutuan doa lansia dan kunjungan ke lansia dan antarlansia bisa menjadi kegiatan positif untuk membangun lansia yang mandiri dan produktif.
Semua itu perlu dilakukan pada masa kini agar keberadaan lansia sungguh menjadi berkat—dan tidak menjadi beban—pada masa datang.
Editor: Yoel M. Indrasmoro
Rubrik ini didukung oleh PT Petrafon (www.petrafon.com)
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...