Mesir Sahkan UU Pembangunan Gereja, Muncul Penolakan
KAIRO, SATUHARAPAN.COM - Parlemen Mesir pada hari Selasa (30/8) mengesahkan undang-undang yang mengatur pembangunan gereja, meski ditentang oleh beberapa komunitas Kristen yang memprotes adanya diskriminasi.
Gereja Koptik Mesir, komunitas Kristen terbesar di Timur Tengah, telah lama berjuang untuk mendapatkan izin secara resmi untuk membangun tempat ibadah.
Mereka merasa sangat sulit untuk mendirikan gereja di wilayah selatan Kairo, di mana muncul rumor bahwa warga Kristen yang membangun satu gereja dapat memicu kekerasan massa, menurut laporan media Arab, Al Arabiya.
"Parlemen mengesahkan rancangan UU yang diajukan pemerintah tentang pembangunan dan perbaikan bangunan gereja dengan suara mayoritas dua pertiga," kata laporan situs parlemen.
Undang-undang baru itu menetapkan bahwa gubernur akan diberi wewenang untuk mengeluarkan izin pembangunan gereja dan mereka harus memutuskan dalam waktu empat bulan untuk setiap pengajuan, kata anggota parlemen seperti dikutip AFP.
Dalam kasus penolakan, masyarakat dapat mengajukan banding melalui pengadilan tata usaha negara.
Pembangunan gereja di Mesir masih diatur oleh Keputusan Menteri yang dikeluarkan pada tahun 1934.
Diskriminasi Agama
Ishak Ibrahim, seorang peneliti pada Inisiatif Mesir untuk Hak Pribadi, mengkritik kurangnya transparansi dalam perdebatan sebelum UU itu disahkan. "Hukum diputuskan oleh otoritas dan sejumlah ulama. Tentu saja mereka tidak mewakili orang Kristen," kata Ibrahim.
"Anggota parlemen tidak memberi kesempatan untuk usulan amandemen pada beberapa item, dan permintaan mereka diabaikan dengan alasan untuk mencapai konsensus," kata dia.
Dia juga mencatat tidak adanya tempat bersatunya hukum tentang ibadah yangmengatur pembangunan gereja dan masjid. Menurut dia, undang-undang tentang pembangunan masjid ini lebih ringan.
Gereja Koptik yang warganya sekitar 10 persen dari 90 juta populasi Mesir menghadapi penindasan dan diskriminasi yang meningkat selama 30 tahun pemerintahan Hosni Mubarak. Dia digulingkan oleh pemberontakan rakyat pada tahun 2011.
Puluhan orang tewas dalam beberapa tahun terakhir akibat serangan sektarian dan bentrokan di seluruh Mesir, korban terutama dari warga Kristen.
Di Mesir, menurut Al Ahram, terdapat sekitar 2.869 gereja. Namun di daerah pedesaan yang miskin, warga Kristen tidak bisa beribadah di gereja. Mereka sering dipaksa berdoa di rumah, dan kadang-kadang diserang oleh tetangga mereka yang Muslim.
Pihak berwenang juga sering menolak untuk mengeluarkan izin pembangunan gereja dengan alasan bahwa hal tersebut akan mengganggu kedamaian dengan tetangga mereka yang Muslim.
Para Pihak Yang Menolak
Kelompok Islamis dari Partai Nour menolak undang-undang itu dan mengklaim bahwa UU itu "melanggar Konstitusi Mesir tahun 2014. Seperti dikutip Al Ahram, Konstityusio Mesir menyebutkan dalam Pasal 2 bahwa Islam adalah agama negara Mesir, Arab adalah bahasa resmi, dan prinsip-prinsip Syariah Islam adalah sumber utama undang-undang."
"Seperti yang Anda lihat, konstitusi mengatakan Islam, bukan Kristen, adalah agama dari negara Mesir," kata pernyataan dari Partai Nour.
Sementara analis politik, Nadia Henry, mengritik tajam UU itu dan menyebutnya sebagai "sebuah lelucon politik" dan menggambarkan hukum Presiden (Mesir), Abdel-Fattah El-Sisi yang "diberlakukan pada orang Kristen."
Henry menegaskan bahwa bagaimanapun, bahkan jika hanya ada satu orang Kristen di lingkungan tertentu, dia harus memiliki hak untuk mendapatkan izin membangun gereja.
Namun Menteri Urusan Parlemen, Magdi El-Agati mengatakan bahwa pasal dua (yang diperdebatkan) tidak berarti menerapkan pembatasan. Menurut dia, itu hanya untuk menyatakan bahwa kita tidak bisa membangun katedral di sebuah desa kecil.
Pasal dua itu menyatakan bahwa ukuran bangunan gereja baru harus sesuai dan proporsi dengan jumlah orang Kristen di lingkungan tertentu.
Ribuan Warga Lebanon Kembali ke Rumah, Saat Gencatan senjata...
TYRE-LEBANON, SATUHARAPAN.COM-Ribuan warga Lebanon yang mengungsi akibat perang antara Israel dan mi...