Mesir Tolak Perjanjian Perbatasan Laut Turki dan Libya
KAIRO, SATUHARAPAN.COM-Ketua Parlemen Mesir, Ali Abdel-Aal, mengatakan bahwa Mesir tidak akan diam terhadap negara asing mana pun yang menimbulkan ancaman pada perbatasan baratnya dengan Libya.
"Mesir tidak akan berdiam diri terhadap perjanjian yang sembrono yang ditandatangani oleh Fayez Al-Sarraj, kepala pemerintah Libya di Tripoli, dan Turki," kata Abdel-Aal, hari Senin (9/12). Dan ditegaskan, "Mesir sangat menentang praktik nekat ini. Kegilaan beberapa orang mungkin mendorongnya untuk mengancam Mesir, dan saya ingin memberi tahu semua orang bahwa Mesir memiliki semua cara untuk secara kuat menentang tokoh-tokoh gila dan tidak bertanggung jawab seperti itu,” kata Abdel-Aal, seperi diberitakan media setempat, Al Ahram.
Respons keras Mesir itu terkait kesepakatan antara Libya dan Turki yang ditandatangani pada 27 November yang memetakan batas laut antara kedua negara. Perjanjian itu juga meliputi kerja sama militer dan keamanan. Pihak Yunani juga menantang keras hal itu, karena mengancam pulau Kreta milik Yunani, dan dubes Libya telah diusir dari negara itu.
Kasus ini merupakan putaran terbaru dalam sejarah negara-negara Mediterania yang saling berhimpit dalam mengklaim sumber minyak dan gas yang belum dimanfaatkan di wilayah tersebut.
Abdel-Aal mengatakan, “Mesir benar-benar menolak perjanjian Al-Sarraj dengan Turki. Untuk semua orang gila yang mungkin berpikir mereka dapat membahayakan perbatasan barat Mesir, udara, darat atau laut...”
Kesepakatan antara pemerintah Tripoli di Libya, yang dipimpin oleh Al-Sarraj, dan Turki dinilai sebagai pelanggaran terhadap perjanjian Sokhairat yang tidak mengizinkan Al-Sarraj menandatangani perjanjian dengan pihak asing.
Anggota parlemen lainnya juga mendorong Mesir mengikuti langkah Yunani untuk mengusir duta besar Libya dan tidak mngakui pemerintahan Al-Sarraj yang disebut berkhianat dan menjual kepentingan dan kekayaan negaranya ke Turki.
"Kesepakatan itu merupakan ancaman bagi keamanan nasional Arab dan memungkinkan Turki untuk menduduki Libya dan menjarah sumber daya minyaknya," kata Hani El-Hennawi, anggota parlemen Mesir.
Disebutkan bahwa intervensi Turki dalam urusan negara-negara Arab seperti Libya, Suriah dan Irak merupakan ancaman besar bagi keamanan nasional negara-negara Arab. "Turki memberikan dukungan logistik dan militer kepada kelompok-kelompok teroris, khususnya kepada milisi yang berkuasa di Tripoli.”
Mesir mengecam kesepakatan Perdana Menteri Turki dan Libya tentang perbatasan maritim. Sementara Libya yang tengah menghadapi kemelut konflik dalam negeri, dan pemerintahnya tidak memiliki menteri dan perwakilan dari berbagai wilayah, dan perdana menteri tidak memiliki wewenang melakukan perjanjian internasional.
Mesir dan juga Siprus telah mendaftarkan ketidaksetujuan mereka dengan pakta tersebut.
Sementara Yunani dan Turki berselisih soal sejumlah isu mulai dari hak atas sumber mineral di Laut Aegea hingga Siprus yang terpecah secara etnis. Ketegangan juga meningkat karena pengeboran minyak oleh Turki di Siprus, dan Uni Eropa telah menyiapkan sanksi terhadap Turki sebagai tanggapan. Pihak Siprus juga akan mengajukan petisi kepada Mahkamah Internasional untuk melindungi hak-hak negaranya.
Editor : Sabar Subekti
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...