Meski Bersengketa, PPP-Golkar Boleh Ajukan Calon di Pilkada
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Komisi Pemilihan Umum (KPU), bersama Pemerintah, sepakat partai politik bersengketa jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak, 9 Desember 2015 mendatang, dapat mengusung nama calon kepala daerah pada tahap pendaftaran yang digelar pada 26-28 Juli 2015 mendatang.
Dengan catatan, partai politik bersengketa harus mengusung nama calon kepala daerah yang sama. Apabila berbeda, maka partai politik tersebut tidak diizinkan ikut Pilkada Serentak 2015.
"Terkait hak partai politik yang sedang berselisih untuk dapat mengajukan pasangan calon dalam Pilkada dilakukan melalui revisi Pasal 36 PKPU Nomor 9 Tahun 2015, yaitu KPU dapat menerima pendaftaran pasangan cakada dari kepengurusan parpol yang berselisih yang ditandatangani kedua belah pihak dalam dokumen terpisah dengan syarat kepengurusan parpol yang berselisih tersebut mengajukan satu pasangan Cakada yang sama. Jika tidak mengajukan pasangan calon yang sama maka KPU tidak dapat menerima pendaftaran tersebut," kata Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon, saat membacakan kesimpulan rapat konsultasi gabungan DPR RI, KPU, Bawaslu, dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (9/7).
Menurut Fadli, kesepakatan tersebut merupakan jalan terbaik bagi partai politik bersengketa, seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Golongan Karya (Golkar), meskipun belum ideal. Sebab, semua partai politik peserta Pemilu 2014 harus menjadi peserta Pilkada Serentak 2015, agar demokrasi dapat berjalan dengan baik.
"Ini jalan keluar walaupun bukan yang ideal untuk menyelamatkan demokrasi kita, dimana semua parpol berhak mengikuti Pilkada," ujar politisi Partai Gerindra itu
Tanggapan Putusan MK
Lebih lanjut, Fadli mengatakan, kesepakatan tersebut juga merupakan tanggapan dari sikap DPR RI yang menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 33/PU-XIII/2015 tanggal 8 Juli 2015 yang membatalkan ketentuan Pasal 7 huruf r UU No. 8/2015 tentang Pilkada, dimana keluarga atau kerabat petahana diizinkan maju dalam Pilkada.
"DPR dapat memahami dan menghormati Putusan MK dan meminta KPU dan Bawaslu segera menyesuaikan peraturan yang terkait (PKPU dan Perbawaslu) hal tersebut serta mencabut SE KPU No 302/KPU/VI/2015," kata dia.
Selain itu, ucap Fadli, DPR RI juga meminta Kemendagri menyelesaikan masalah anggaran pengamanan Pilkada yang masih mengalami kekurangan seperti yang kemukakan oleh Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti dalam rapat konsultasi gabungan belum lama ini dan belum terpenuhi anggaran pengamanan Pilkada untuk Bawaslu dan Panwaslu di daerah.
"Kami meminta Kemendagri untuk mengambil langkah-langkah konkrit untuk menyelesaikan kekurangan anggaran untuk penyelenggaraan, pengawasan, dan pengamanan pilkada serentak," tutur dia.
Sebelumnya, sebelum keputusan itu diambil, Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan sudah menempuh langkah awal untuk mengatasi partai politik bersengketa dengan mengirim surat kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) terkait kepengurusan partai politik tingkat pusat dan kepengurusan PPP dan Partai Golkar yang sedang berurusan hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Negeri (PN).
"Kedua, sejumlah stakeholder KPU menawarkan ke parpol yang bersengketa agar bisa mencalonkan pasangan KDH dan wakilnya. Konsensus DPR, pemerintah tentang partai bersengketa sepanjang bisa mencalonkan," kata Husni.
Dia juga mengatakan, KPU menghormati keputusan MK yang membatalkan ketentuan pasal huruf r UU Nomor 8 Tahun 2015. "Dengan demikian calon kepala daerah yang punya konflik kepentingan dengan petahana tidak dihalangi tanpa menghcabut SE 302 sudah tidak relevan lagi," ujar Husni.
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...