Meski Hujan, Upacara Panjang Jimat di Keraton Kasepuhan Tetap Digelar
CIREBON, SATUHARAPAN.COM – Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, Cirebon yang terkenal sebagai salah satu wilayah yang cukup berpengaruh bagi penyebaran agama Islam di Jawa Barat ini menggelar Upacara Panjang Jimat pada Selasa (14/1). Meskipun cuaca saat itu mendung dan diikuti hujan deras pada malam hari, pihak keraton tetap menggelar upacara yang digelar pada tiap peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW tersebut.
Menurut pantauan reporter satuharapan.com masih banyak warga yang berdatangan untuk menyaksikan Upacara Panjang Jimat tersebut di tiga keraton yaitu, Keraton Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan. Mereka menunggu upacara tersebut mulai dari pagi hari hingga acara tersebut dimulai padapukul 19.00 WIB dan diakhiri pada tengah malam.
Ribuan warga tersebut rata-rata datang dari wilayah tiga Kabupaten Cirebon seperti Majalengka, Indramayu, Kuningan dan sekitarnya dan tidak sedikit pula yang datang dari beberapa wilayah di Indonesia.
Upacara Panjang Jimat
Panjang Jimat adalah tradisi yang digelar dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW di Keraton Cirebon sejak zaman Khalifah Sholahudin Al Ayubi 1193 M yang bertujuan untuk mengenang dan selalu meneladani nabi Muhammad SAW.
Ini merupakan ritual untuk melestarikan dan merawat jimat atau benda-benda pusaka peninggalan leluhur Cirebon dengan mencuci barang-barang tersebut. Dalam mitos yang berkembang di masyarakat, air bekas cucian itu menjadi rebutan karena dipercaya akan mendatangkan berkah.
Selain mengarak benda-benda pusaka, iring-iringan abdi dalem dan keluarga Sultan Keraton Cirebon pun termasuk dalam ritual tersebut. Mereka datang diiringi dengan shalawat nabi dan membawa banyak simbol mulai dari Nasi Jimat atau nasi tujuh rupa yang bermakna hari kelahiran manusia, lilin sebagai penerang, pembawa perangkat upacara seperti manggaran, nada dan jantungan yang melambangkan kebesaran dan keagungan.
Selain itu ada pula air mawar dan kembang goyang yang melambangkan air ketuban dan usus atau ari-ari jabang bayi. Kemudian dilengkapi dengan iring-iringan air serbat yang disimpan di dua guci yang melambangkan darah pada saat bayi dilahirkan. Lalu ada pula empat baki yang merupakan simbol air, tanah, api dan angin.
Iring-iringan dengan pengawal lengkap tersebut berjalan menuju Langgar Agung dari Bangsal Purbayaksa yang dipimpin oleh Sultan Kasepuhan. Di tempat itu, Nasi Jimat Tujuh Rupa dibuka bersama dengan makanan yang lain yang disajikan diatas 38 buah piring pusaka. Piring tersebut merupakan benda bersejarah dan keramat karena merupakan peninggalan Sunan Gunung Jati. Di Langgar Agung ini dilakukan shalawatan dan pengajian kitab Barjanzi hingga tengah malam. Acara tersebut dipimpin oleh Imam Masjid Agung Sang Cipta Rasa Keraton Kasepuhan.
Setelah itu, makanan tadi disantap bersama. Ribuan warga yang berdesakan di luar masjid telah menanti Sultan hanya untuk sekedar menyalami atau menyentuh tangan Sultan. Hal ini diyakini agar mereka mendapatkan berkah dalam kehidupannya.
Editor : Bayu Probo
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...