Mi Instan Bahayakan Pertumbuhan Anak-anak Asia
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Mi instan telah menyebabkan jutaan anak di Asia Tenggara menjadi tidak sehat, kurus, atau bahkan kelebihan berat badan. Kasus malnutrisi karena mi instan, banyak terjadi di negara berkembang seperti Filipina, Indonesia, dan Malaysia. Standar kehidupan yang meningkat justru membuat para orang tua yang bekerja tidak memiliki waktu, uang, dan kesadaran dalam mengurus makanan anak-anak mereka.
Dari ketiga negara tersebut, rata-rata 40 persen balita mengalami kekurangan gizi. Berdasarkan data UNICEF, jumlah ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan secara global, yakni satu dari tiga orang.
Pakar kesehatan masyarakat di Indonesia, Hasbullah Thabrany, Guru Besar Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat UI, seperti dilansir dw.com pada Rabu (16/10), menyatakan orang tua percaya mengisi perut anak-anak mereka adalah yang terpenting, tanpa memperhatikan asupan protein, kalsium, dan serat.
UNICEF menyebut, kasus ini terjadi karena adanya masalah di masa lalu dan prediksi kemiskinan yang berpotensi terjadi di masa depan. Sementara kekurangan zat besi dapat menghambat anak untuk belajar dan juga bisa meningkatkan risiko kematian ibu selama hamil atau setelah melahirkan.
Berdasarkan data UNICEF tahun lalu, 24,4 juta balita Indonesia, 11 juta balita Filipina, dan 2,6 juta balita Malaysia mengalami kekurangan gizi. Pakar nutrisi Asia UNICEF, Mueni Mutunga menelusuri kembali tren keluarga yang meninggalkan makanan tradisional, dan kemudian mengkonsumsi makanan modern karena dianggap lebih terjangkau dan mudah disajikan.
Meski harga mi murah, makanan ini mengandung kadar nutrisi yang rendah, serta lemak dan garam yang tinggi.
Menurut World Instant Noodles Association, Indonesia adalah konsumen mi instan terbesar kedua di dunia. Sedangkan peringkat satu diisi oleh China dengan konsumsi 12,5 miliar mi instan pada tahun 2018.
UNICEF melaporkan, pasokan makanan dari buah-buahan, sayuran, telur, susu, ikan, dan daging yang kaya nutrisi menghilang dari pola makan, ketika penduduk desa pindah ke daerah perkotaan untuk mencari pekerjaan.
Meskipun Filipina, Indonesia, dan Malaysia dianggap sebagai negara berpenghasilan menengah berdasarkan ukuran Bank Dunia, puluhan juta rakyatnya berjuang untuk menghasilkan cukup uang untuk hidup.
Ahli kesehatan Malaysia, T Jayabalan, menyebut kemiskinan adalah masalah utama.
Selain mi instan, biskuit tinggi gula, minuman dan makanan cepat saji juga menjadi masalah di ketiga negara tersebut. Promosi dan iklan yang agresif mendorong masyarakat mengkonsumsi makanan rendah gizi.
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...