Miana, Berpotensi Mengobati Penyakit Cacingan
SATUHARAPAN.COM – Miana аdаlаh salah satu jenis tumbuhan. MungkÑn banyak dаrÑ Andа bеlum pernah mendengarnya. Tumbuhan ini, mengutip dari Wikipedia, juga sering kali dikenal dеngаn sebutan iler, atau Coleus scutellarioides.
Miana, tanaman berbunga di keluarga Lamiaceaeini, banyak dibudidayakan sebagai tanaman hias. Miana sangat populer sebagai tanaman kebun, karena dedaunannya yang berwarna-warni dan cerah.
Berbeda dengan tanaman lain, tanaman ini menunjuk ke arah berlawanan dari matahari. Pada saat dewasa tanaman ini mempunyai bunga berwarna merah, atau ungu, atau kuning.
Tumbuhan miana dikutip dari usu.ac.id, memiliki aroma bau yang khas dan rasa yang agak pahit. Sifatnya dingin. Jika seluruh bagian daun diremas, akan mengeluarkan bau yang harum. Selain dimanfaatkan sebagai salah satu tanaman hias, miana juga dikenal sebagai tanaman obat.
Jutti Levita dan kawan-kawan dari Departemen Farmakologi dan Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, dan Sekolah Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung, yang meneliti kegiatan farmakologis dari tumbuhan miana, tumbuhan ini telah banyak digunakan di Jawa Barat untuk menyembuhkan berbagai penyakit.
Biasanya mereka merebus daun miana dan mengkonsumsi sebagai minuman teh setiap hari sampai gejala penyakit berkurang. Zat fitokimia dalam miana yang memiliki aktivitas farmakologis menyembuhkan luka, antara lain alkaloid, steroid, flavonoid, saponin, tanin.
Senyawa tersebut dapat menyembuhkan luka dan diduga kuat berperan membantu menghentikan pendarahan setelah melahirkan. Selain itu miana memiliki senyawa flavonoid yang memiliki efek dalam tubuh dapat meningkatkan keefektifan kerja vitamin C. Hal tersebut memperkuat khasiat tradisional miana sebagai penyembuh bibir pecah-pecah.
Empat mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) Universitas Brawijaya (UB) melakukan penelitian dengan mengembangkan tanaman hias ini menjadi teh untuk menjadi obat bagi penyakit cacingan. Mereka, yakni Inmas Putri, Della P Arumsari, Savrida Nurahmi, dan Ica Raditia, memberi nama teh celup yang dibuat dari daun miana itu ‘Miantea’.
“Daun miana yang disebut juga sebagai iler atau ingler ini memiliki kandungan senyawa fenolik yang memiliki aktivitas anthelmintika, yaitu kemampuan untuk menghambat pertumbuhan dan perkembangan cacing parasit yang ada dalam tubuh manusia,” kata Inmas, ketua pelaksana penelitian, seperti dikutip dari malang.merdeka.com, pada 22 Mei 2017.
Penelitian itu telah dilakukan selama tiga bulan melingkupi berbagai proses mulai produksi teh celup hingga pengujian kandungan senyawa fitokimia dan uji motilitas cacing. Hasil penelitian menunjukkan teh celup daun miana mengandung senyawa fenol cukup tinggi yang dapat menghambat tumbuh kembang cacing.
Pemerian Botani Tumbuhan Miana
Tumbuhan miana dikutip dari usu.ac.id, tumbuh subur di daerah dataran rendah sampai ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut dan merupakan tanaman semusim. Umumnya tumbuhan ini ditemukan di tempat lembap dan terbuka seperti pematang sawah, tepi jalan pedesaan, di kebun-kebun sebagai tanaman liar atau tanaman obat.
Tumbuhan miana memiliki batang herba, tegak, atau berbaring pada pangkalnya, dan merayap tinggi berkisar 30-150 cm. Tumbuhan ini termasuk kategori tumbuhan basah yang batangnya mudah patah.
Daunnya tunggal, helaian daun berbentuk hati, pangkal membulat atau melekuk menyerupai bentuk jantung, dan setiap tepiannya dihiasi lekuk-lekuk tipis yang bersambungan dan didukung tangkai daun dengan panjang tangkai 3-4 cm yang memiliki warna beraneka ragam dan ujung meruncing dan tulang daun menyirip berupa alur.
Batang bersegi empat dengan alur yang agak dalam pada masing-masing sisinya. Batang berambut, percabangan banyak, berwarna ungu kemerahan.
Permukaan daun agak mengkilap dan berambut halus panjang dengan panjang 7-11 cm, lebar 3-6 cm berwarna ungu kecokelatan sampai ungu kehitaman. Bunga berbentuk untaian bunga bersusun, muncul pada pucuk tangkai batang berwarna putih, merah, dan ungu. Buah keras berbentuk telur dan licin.
Tumbuhan miana, dikenal masyarakat Indonesia dengan beberapa nama daerah, yaitu: si gresing (Batak), adang-adang (Palembang), miana, plado (Sumbar), jawer kotok (Sunda), iler, kentangan (Jawa), ati-ati, saru-saru (Bugis), majana (Madura).
Miana, atau Coleus scutellarioides (L.) Benth, dikutip dari researchgate.net, merupakan tumbuhan asli India dan Thailand. Distribusi tumbuhan miana meliputi wilayah Asia-Tropis, Australasia, Burma, Asia Tenggara, Malenesia, Polynesia, China Selatan, Kepulauan Solomon, Amerika Selatan. Pada habitat aslinya, miana dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi.
Pemanfaatan miana sudah banyak dilakukan masyarakat Indonesia, antara lain sebagai pelengkap ritual, tanaman hias, dan bahan obat. Dari ketiga kategori tersebut, pemanfaatan miana sebagai bahan obat merupakan kategori yang sudah banyak diketahui berdasarkan banyaknya penelitian tentang kategori pemanfaatan tersebut.
Manfaat Herbal Tumbuhan iler
Dr Setiawan Dalimartha dalam bukunya, AtlasTumbuhan Obat Indonesia jilid 2, Penerbit PT Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara 2008, hal 65, mengatakan tumbuhan miana bermanfaat untuk menyembuhkan hepatitis dan menurunkan demam, batuk, dan influenza.
Daun tumbuhan ini juga berkhasiat untuk penetralisir racun (antitoksik), menghambat pertumbuhan bakteri (antiseptik), mempercepat pematangan bisul, pembunuh cacing (vermisida), wasir, peluruh haid (emenagog), membuyarkan gumpalan darah, gangguan pencernaan makanan (despepsi), radang paru, gigitan ular berbisa, dan serangga .
Sedangkan akar tumbuhan ini berkhasiat untuk mengatasi perut mulas dan diare. Dalimartha juga menyebutkan, tumbuhan miana dapat menyembuhkan radang telinga, mengeluarkan cacing gelang dari perut, tetapi dengan catatan ibu hamil dilarang meminum rebusan daun miana ini karena dapat menyebabkan keguguran .
Herba tumbuhan miana, dikutip dari usu.ac.id, memiliki kandungan kimia sebagai berikut: daun dan batang mengandung minyak atsiri, fenol, tanin, lemak, fitosterol, kalsium oksalat, dan peptik substances. Menurut Setiawan Dalimartha, komposisi kandungan kimia yang bermanfaat antara lain juga alkaloid, etil salisilat, metal eugenol, timol karvakrol, mineral.
Tim peneliti dari Program Biologi Tumbuhan FMIPA Institut Pertanian Bogor, dan Program Studi Biologi FKIP Universitas Kristen Indonesia, meneliti etnofarmakologi tumbuhan miana pada masyarakat Halmahera Barat, Maluku Utara.
Miana (Coleus scutellaroides (L.) Benth) dikenal sebagai mayana oleh penduduk lokal Halmahera Barat. Tanaman ini dibudidayakan hampir di setiap desa di Halmahera Barat. Setelah diselidiki, ternyata pemanfaatan miana sebagai obat telah diterapkan oleh hampir warga lokal Halmahera Barat.
Data etnobotani dikumpulkan dari situs di enam desa, dan kemudian diidentifikasi di laboratorium herbarium tanaman. Hasil penelitian menunjukkan miana digunakan untuk menyembuhkan penyakit di sejumlah desa, antara lain: sakit punggung karena menstruasi, batuk, borok, sindrom nyeri haid, perdarahan setelah melahirkan, penambah nafsu makan, bibir kering, wasir, dan peningkatan kesuburan.
Tumbuhan miana memiliki kandungan phytochemical terdiri atas minyak atsiri, tanin, flavonoid, eugenol, steroid, saponin, fitol, asam rosmanic, streptozocin, dan quersetin. Kandungan phytochemcial tersebut diduga kuat berperan sebagai peran penting dalam dunia kedokteran karena aktivitas farmakologisnya.
Dilihat dari bagian tumbuhan yang digunakan masyarakat, hampir seluruh desa menggunakan daun tumbuhan miana untuk dimanfaatkan sebagai obat. Daun miana memiliki senyawa metabolit sekunder dengan aktivitas antibakteri lebih banyak dibandingkan batang atau kulit batang. Terkait dengan konservasi, masyarakat lokal Halmahera Barat telah membudidayakan tumbuhan miana di rumah mereka sampai sekarang.
Tim peneliti Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin, Makassar, meneliti uji aktivitas sediaan obat kumur ekstrak daun miana terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans. Penelitian itu dilakukan untuk mengetahui perbandingan zona hambatan ekstrak daun miana dengan formulasi obat kumur dalam menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans.
Uji antibakteri ini menggunakan metode difusi agar dengan paper disk. Esktrak daun diperoleh dari metode maserasi menggunakan etanol 70 persen sebagai pelarut cair. Hasil menunjukkan semua obat kumur dengan penambahan ekstrak miana bersifat bakteriosid.
Tim peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, meneliti uji efek daun miana terhadap penyembuhan luka insisi pada kulit kelinci (Oryctolagus cuniculus). Kandungan kimia daun miana seperti minyak atsiri, flavonoid, tanin, dan zat-zat aktif lain diduga terlibat dalam penyembuhan luka.
Penelitian dilakukan untuk mengetahui efek penyembuhan daun miana terhadap penyembuhan luka insisi pada kulit kelinci. Luka insisi pada kulit kelinci yang diberi daun miana terlihat lebih cepat kering dan menutup dibandingkan dengan luka yang tidak diberi daun miana. Pemberian daun miana pada luka insisi kulit kelinci dapat mempercepat proses penyembuhan luka.
Tim peneliti Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur, meneliti aktivitas tabir surya daun miana secara in vitro. Tanaman yang memiliki aktivitas antioksidan yang baik berpotensi digunakan sebagai tabir surya.
Daun miana dari spesies Coleus atropurpureus L. Benth, memiliki aktivitas antioksidan yang baik. Senyawa fenolik khususnya golongan flavonoid mempunyai potensi sebagai tabir surya karena adanya gugus kromofor yang mampu menyerap sinar UV baik UV A maupun UV B, sehingga mengurangi intensitasnya pada kulit.
Ekstrak etanol dan fraksi etilasetat daun miana memiliki aktivitas tabir surya yang baik.
Editor : Sotyati
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...