Migran Afrika Tolak Perintah Deportasi Israel
YERUSALEM, SATUHARAPAN.COM - Israel telah mulai mengeluarkan pemberitahuan mengenai deportasi bagi ribuan migran Afrika.
Sekitar 40.000 migran Afrika menghadapi masa depan yang tidak menentu setelah Israel mengeluarkan perintah deportasi yang berarti ultimatum: Para migran menerima 3.500 dolar dan tiket pesawat ke Rwanda dalam waktu 60 hari, atau kalau tidak, akan menghadapi hukuman penjara.
Sebagian besar migran dari Sudan dan Eritrea yang dikoyak perang selama sepuluh tahun terakhir memasuki Israel secara ilegal. Banyak yang mengatakan kembali ke Afrika bukanlah pilihan, jadi mereka lebih suka masuk penjara.
"Saya akan masuk penjara" di Israel, kata Katir Abdullah yang berasal dari Darfur. Dia mengatakan Rwanda bukan negaranya, dan satu-satunya yang menunggunya di negara itu adalah penganiayaan, pengangguran dan kemiskinan.
Israel akan mengirim migran ke Rwanda karena menilainya sebagai negara yang aman dengan ekonomi yang berkembang. Rwanda membantah klaim Israel bahwa negara itu telah setuju untuk menerima migran yang datang.
Adam Ahmad, yang berasal dari Sudan, mengatakan memberi uang kepada orang supaya pergi adalah pengkhianatan.
"Sangat menyedihkan bahwa Israel memperlakukan orang-orang Afrika, atau para pencari suaka dari Afrika, sebagai barang dagangan; dan itu sangat menyedihkan," ujarnya.
Israel menolak memberikan suaka kepada orang-orang Afrika , dengan mengatakan mereka adalah migran ekonomi dan bukan pengungsi.
Para pejabat mengatakan Israel diciptakan sebagai tempat perlindungan bagi orang-orang Yahudi , dan bukan untuk orang-orang yang melarikan diri dari kemiskinan di Afrika.
Menteri Dalam Negeri Aryeh Deri mengatakan bahwa kewajiban pertama Israel adalah untuk mengurus rakyatnya sendiri. Dia menggambarkan orang-orang Afrika sebagai "penyusup" yang membawa kejahatan dan kesengsaraan ke Tel Aviv bagian selatan.
Namun, para aktivis HAM di Israel mengatakan, Israel harus menjadi yang pertama membantu orang-orang Afrika karena negara itu dibangun oleh pengungsi Yahudi yang melarikan diri dari Holocaust.
Colette Avital adalah Pemimpin Center of Organization of Holocaust Survivors, Organisasi Korban Holocaust yang selamat, di Israel.
"Kami selalu mengatakan dunia diam saja" tentang nasib orang Yahudi dalam Perang Dunia II, kata Avital.
Dia memperingatkan bahwa Israel tidak boleh diam dan harus memberikan bantuan kepada orang-orang yang memerlukan. (VOA)
Editor : Melki Pangaribuan
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...