Migrant Care: Buruh Migran RI di Malaysia Dalam Bahaya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat, Migrant Care, mendesak Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Malaysia untuk mengevaluasi implementasi MoU Indonesia dan Malaysia tentang perlindungan PRT migran.
Menurut Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo, selama ini MoU tersebut hanya menjadi macan kertas tanpa adanya kepatuhan kedua negara dengan terus berulangnya praktek kekerasan terhadap PRT Migran Indonesia di Malaysia
Migrant Care juga meminta kedua negara untuk menuntaskan akar masalah penyebab berulangkalinya terjadi kecelakaan kapal penumpang di perbatasan Indonesia-Malaysia yang mengakibatkan puluhan buruh migran Indonesia menjadi korban dan mati sia-sia.
Migrant Care menilai buruh migran dan pembantu rumah tangga (PRT) migran Indonesia di Malaysia dalam kondisi bahaya.
Wahyu mengatakan, dengan ditetapkannya Atase Imigrasi KBRI Kuala Lumpur sebagai tersangka oleh KPK atas kasus suap yang merugikan puluhan ribu buruh migran Indonesia yang mengurus dokumen paspor melalui mekanisme reach out di Malaysia dan berulangnya kecelakaan kapal yang mengangkut buruh migran Indonesia yang melintas di perairan perbatasan Indonesia-Malaysia merupakan tanda bahaya tersebut.
“Serta masih terus terjadinya kasus kekerasan yang dialami oleh PRT migran Indonesia di Malaysia, termasuk kasus terakhir yang terungkap, Suyantik mengalami penyiksaan secara keji oleh majikannya merupakan tanda bahaya yang menjadi ancaman serius bagi keselamatan buruh migran dan PRT migran Indonesia di Malaysia,” kata Wahyu di Jakarta, hari Kamis (9/2).
Menurut data Migrant Care, kekerasan juga masih merupakan keseharian yang dialami oleh PRT migran Indonesia yang bekerja di Malaysia. Kasus kekerasan yang dialami oleh Suyantik, PRT migran Indonesia yang dianiaya majikan memperlihatkan bahwa belum ada perubahan yang signifikan atas nasib PRT migran Indonesia yang bekerja di Malaysia.
Kasus Suyantik saat ini memasuki tahap sidang kedua pada tanggal 7 Februari 2017 di Mahkamah Petaling Jaya dengan agenda pemberkasana dokumen. Sidang ketiga akan berlangsung pada 17-19 April 2017.
Meski proses hukum terhadap kasus ini terbilang cepat, namun perlu pengawalan yang intensif agar tuntutan jaksa terhadap majikan (pasal 307 Penal Code, percobaan pembunuhan) dengan maksimal hukuman 20 tahun penjara dapat terelaisasi dalam vonis yang akan dijatuhkan oleh Mahkamah ke depan.
Dalam kurun waktu enam bulan terakhir ini, puluhan jenazah buruh migran Indonesia asal Nusa Tenggara Timur dipulangkan dalam kondisi tubuh yang mengenaskan tanpa kejelasan informasi yang memadai.
“Kami juga mendesak Pemerintah Indonesia (Eksekutif dan Legislatif) untuk segera menuntaskan revisi Undang-Undang Nomor 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI yang berbasis pada UU No 6/2012 tentang ratifikasi konvensi buruh migrant,” katanya. (PR)
Editor : Eben E. Siadari
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...