Militan Mali Dituntut 11 Tahun Penjara Atas Kejahatan Perang
DEN HAAG, SATUHARAPAN.COM – Jaksa penuntut pada Pengadilan Kejahatan internasional (ICC / International Criminal Court ) menuntut hukuman penjara selama 11 tahun bagi militan Mali yang didakwa bersalah merampok dan merusak kota gurun yang bersejarah, Timbuktu.
Dalam sidang hari Senin (22/8), terdakwa, Ahmad Al-Faqi Al-Mahdi, mengaku menghancurkan kota dan merusak sejumlah makam di kota itu. Timbuktu berada di Afrika barat dan merupakan kota paling bersejarah, termasuk bagai penyebaran Islam.
BACA JUGA: Timbuktu dan Hilangnya Kedamaian
Pada sidang hari Rabu (24/8), menurut laporan AFP, jaksa menuntut hukuman 11 tahun penjara bagi Al-Mahdi, yang merupakan pengadilan pertama di ICC dalam kasus konflik di Mali dan kejahatan di Timbuktu.
Mahdi, berusia sekitar 40, adalah militan pertama didakwa dan diadili di ICC yang berbasis di Den Haag. Para ekstremis merusak makam yang mereka anggap sebagai berhala, dan memicu protes global terhadap perusakan situs warisan budaya dunia.
Pengadilan itu dilakukan sebagai upaya "pencegah yang efektif" menjarah warisan dunia itu.
"Hari ini, setelah dua hari sidang dan hampir sampai akhir persidangan, jaksa meminta majelis hakim untuk menghukum penjara antara sembilan dan 11 tahun," kata Jaksa Gilles Dutertre.
"Hukuman itu harus sepenuhnya mencerminkan dia (Mahdi) bersalah, dan berfungsi sebagai pencegah yang efektif dan memberikan keadilan bagi para korban," kata jaksa. "Tidak bisa ditoleransi bahwa warisan dunia dengan sengaja dihancurkan, dengan cara menjijikan untuk kepentingan orang lain."
Menyesal dan Minta Pengampunan
Mahdi adalah seorang mantan guru dan ulama Islam. Dia mengaku melakukan kejahatan perang sendiri dalam "serangan yang sengaja menargetkan" sembilan makam terkenal di Timbuktu, dan masjid Sidi Yahia pada kurun 30 Juni dan 11 Juli 2012.
Pada hari Senin, Mahdi memohon "pengampunan" atas perannya dalam penghancuran situs yang mengejutkan dunia itu. Dia juga mendesak umat Islam lainnya untuk tidak mengikuti kejahatan seperti yang dia lakukan.
Dutertre mengatakan hakim harus mempertimbangkan kesediaan Mahdi mengakui kesalahannya, dan bekerja sama dengan peneliti ICC untuk mengungkap fakta bahwa dia "menyatakan penyesalan."
Kota Timbuktu dibangun antara abad kelima dan ke-12 oleh suku Tuareg. Kota itu sangat terkenal sebagai abad kebangkitan sejarah dan dijuluki sebagai "kota 333 orang suci" terkait jumlah ulama Muslim yang dimakamkan di sana.
Kota Timbuktu itu dihargai sebagai pusat pembelajaran Islam selama zaman keemasan di abad ke-15 dan ke-16. Juga dikenal sebagai "Mutiara dari Gurun," dan telah ditetapkan sebagai situs warisan dunia oleh badan PBB, UNESCO.
Dampak Childfree Pada Wanita
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Praktisi Kesehatan Masyarakat dr. Ngabila Salama membeberkan sejumlah dam...