Militan Mali Minta Maaf karena Hancurkan Masjid Timbuktu
DEN HAAG, SATUHARAPAN.COM – Seorang militan Mali ingin meminta maaf kepada rakyatnya karena menyerang situs warisan dunia Timbuktu saat dia mengaku bersalah atas sebuah kasus yang belum pernah terjadi sebelumnya di hadapan mahkamah kejahatan perang internasional, ujar pengacaranya pada Selasa (24/5).
Menurut AFP, Ahmad Al Faqi Al Mahdi akan menjadi terdakwa pertama yang mengakui dakwaan kejahatan perang di hadapan Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court atau ICC) di Den Haag dalam sidang gabungan serta putusan vonisnya akan digelar beberapa bulan mendatang.
Dia didakwa karena bersama-sama memerintahkan atau melakukan perusakan sembilan makam dan sebuah bagian dari masjid terkenal Sidi Yahia di Timbuktu pada 2012 lalu. Itu adalah situs warisan dunia UNESCO yang berasal dari abad ke-15 dan ke-16.
Mahdi merupakan terdakwa militan pertama yang disidangkan di ICC dan orang pertama yang betul-betul didakwa dengan kejahatan perang atas serangan terhadap monumen budaya dan bersejarah global.
Mahdi, yang berusia sekitar 40 tahun, mengatakan kepada pengacaranya, Mohamed Aouini bahwa dia merupakan “muslim yang mempercayai keadilan”.
“Dia ingin jujur pada dirinya sendiri dan mengakui tindakan yang dia lakukan. Dan dia pada saat bersamaan ingin meminta maaf kepada warga Timbuktu dan Mali,” ujar Aouini dalam sidang di ICC pada Selasa.
“Dia menyesali semua tindakan yang dilakukannya,” kata Aouini.
Menurut BBC, al-Faqi yang lahir 100 km barat Timbuktu, adalah anggota Ansar Dine—sebuah kelompok terkait al-Qaeda yang menguasai sebagian besar wilayah utara Mali pada tahun 2012.
Saat berkuasa, kaum militan merusak dan menghancurkan masjid-masjid dan bangunan makam, dan membakar puluhan ribu naskah kuno.
Kota Timbuktu yang masuk Warisan Budaya Dunia UNESCO itu dianggap sebagai pusat pengajaran Islam dari abad ke 13 hingga abad ke 17.
Di masanya, di kota itu pernah berdiri 200 sekolah dan universitas yang menarik ribuan siswa dari seluruh penjuru dunia Islam.
Bangunan-bangunan makam itu merupakan persembahan bagi para pendiri Timbuktu, dan dianggap suci oleh penduduk setempat.
Hal ini dianggap syirik oleh kaum fundamentalis.
Awal 2015 lalu, 14 bangunan makam dibangun kembali oleh para tukang batu setempat dengan menggunakan teknik tradisional.
Kaum Islamis menguasai kota di Mali itu sampai kemudian dihalau tentara Prancis pada tahun 2013.
Norwegia Akan Menyediakan US$242 Juta Perkuat Angkatan Laut ...
OSLO, SATUHARAPAN.COM-Pemerintah Norwegia mengatakan pada hari Senin (16/12) bahwa mereka akan menye...