Militer Myanmar Serang Sebuah Desa, Delapan Warga Sipil Tewas
Junta militer juga membubarkan 40 partai politik oposisi.
NAYPYITAW, SATUHARAPAN.COM-Serangan udara oleh militer Myanmar di sebuah desa di barat laut negara itu pada hari Kamis (30/3) menewaskan sedikitnya delapan warga sipil, termasuk dua anak, menurut anggota kelompok etnis minoritas pemberontak dan laporan media independen.
Serangan di desa Khuafo, tepat di utara Thantlang, kota besar di negara bagian Chin dekat perbatasan India, juga melukai 20 orang, kata mereka. Itu terjadi tiga hari setelah Jenderal Senior Min Aung Hlaing, kepala dewan militer yang berkuasa di Myanmar, mengatakan dalam pidato untuk Hari Angkatan Bersenjata bahwa militer perlu mengambil tindakan tegas terhadap pasukan yang menantang kekuasaannya.
Media online independen negara itu melaporkan pemboman udara tersebut, tetapi tidak ada laporan segera tentang hal itu di media yang dikontrol negara.
Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer menggulingkan pemerintahan terpilih pemimpin sipil Aung San Suu Kyi pada Februari 2021, yang memicu penentangan rakyat yang meluas. Setelah demonstrasi damai dipadamkan dengan kekuatan yang mematikan, banyak penentang kekuasaan militer mengangkat senjata, dan sebagian besar negara sekarang terlibat dalam konflik.
Perlawanan pro demokrasi yang muncul bersekutu dengan beberapa etnis minoritas, termasuk Chin, yang telah melakukan perjuangan bersenjata selama beberapa dekade untuk menuntut otonomi yang lebih besar. Militer telah berusaha untuk menekan oposisi semacam itu dengan serangan udara dan artileri, dengan warga sipil sering menjadi korban. Lebih dari satu juta orang telah mengungsi akibat serangan tentara sejak pengambilalihan.
Salai Htet Ni, juru bicara Front Nasional Chin, sebuah kelompok pemberontak etnis yang terkait erat dengan gerakan pro demokrasi, mengatakan dua jet tempur menjatuhkan empat bom di desa Khuafo, sekitar lima kilometer utara Thantlang, menewaskan satu kelompok warga sipil, termasuk dua anak.
Banyak dari lebih dari 60 rumah di desa itu hancur dilalap api, katanya.
Anggota kelompok lain yang tinggal di kampnya di Thantlang mengatakan sebuah helikopter Mi-35 menembakkan senapan mesin ke desa tersebut ketika jet tempur menjatuhkan bom. Menurut daftar korban tewas yang dia terima, lima adalah perempuan dan tiga laki-laki, dan mereka berusia antara enam sampai 40 tahun. Dia berbicara kepada The Associated Press dengan syarat anonim karena dia takut pembalasan dari militer.
Militer Bubarkan Partai Oposisi
Menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, sebuah kelompok pengasingan yang memantau hak asasi manusia di Myanmar, setidaknya 3.182 warga sipil telah dibunuh oleh pasukan keamanan sejak tentara merebut kekuasaan.
Pada bulan Januari, pesawat militer membom markas Front Nasional Chin di Thantlang, menewaskan lima anggota sayap bersenjatanya, Tentara Nasional Chin, dan merusak sebuah klinik dan bangunan lainnya.
Saat ini tidak ada pertempuran aktif di dekat Thantlang antara pasukan perlawanan dan tentara. Lebih dari 10.000 penduduk Thantlang meninggalkan kota ketika pertempuran sengit terjadi pada akhir 2021, beberapa tinggal sementara di desa terdekat termasuk Khuafo dan lainnya mencari perlindungan di seberang perbatasan di Mizoram, India.
Pasukan perlawanan di Myanmar telah mampu mencegah militer mengambil kendali tegas atas wilayah negara yang luas, tetapi memiliki kerugian besar dalam persenjataan, terutama dalam melawan serangan udara.
Pendukung perlawanan mengadvokasi pelarangan atau pembatasan penjualan bahan bakar penerbangan ke Myanmar untuk melumpuhkan keuntungan militer dalam kekuatan udara. Banyak negara Barat telah memberlakukan embargo senjata terhadap pemerintah militer, dan dalam sepekan terakhir Amerika Serikat dan Inggris telah memberlakukan sanksi baru yang menargetkan individu dan perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan bakar jet ke Myanmar.
Pada hari Rabu (29/3), pemerintah militer mengambil langkah besar lainnya dalam kampanye yang sedang berlangsung untuk melumpuhkan lawan politiknya, membubarkan puluhan partai oposisi termasuk pemimpin terguling Suu Kyi karena tidak memenuhi tenggat waktu pendaftaran menjelang pemilihan yang dijanjikan.
Liga Nasional untuk Demokrasi piminan Suu Kyi, salah satu dari 40 partai yang diperintahkan dibubarkan oleh komisi pemilihan yang ditunjuk militer, telah mengumumkan bahwa mereka tidak akan mendaftar, mencela pemungutan suara sebagai palsu.
Pada hari Kamis (30/3), juru bicara Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengatakan dia "sangat prihatin" dengan laporan pembubaran partai-partai tersebut. “Setiap upaya untuk merusak institusi dan proses demokrasi hanya akan memperdalam krisis dan menunda kembalinya Myanmar yang sepenuhnya demokratis dan inklusif,” kata juru bicara Stephane Dujarric.
Sekjen PBB “memperbaharui seruannya kepada negara-negara tetangga dan negara-negara anggota lainnya untuk mendesak pimpinan militer agar mematuhi proses politik yang inklusif” dan menegaskan kembali seruannya untuk segera membebaskan semua tahanan yang ditahan secara sewenang-wenang termasuk Suu Kyi, kata Dujarric. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...