Militer Myanmar Serbu Kota Kalay, 11 Warga Sipil Tewas
YANGON, SATUHARAPAN.COM-Pasukan keamanan Myanmar pada Rabu (7/4) menyerbu sebuah kota di barat laut Myanmar di mana beberapa penduduk telah menggunakan senapan berburu rakitan untuk melawan perebutan kekuasaan oleh militer. Serbuan itu menewaskan sedikitnya 11 warga sipil dan melukai banyak lainnya, kata laporan berita lokal.
Jika 11 kematian dikonfirmasi, itu akan menjadi salah satu jumlah kematian satu hari tertinggi di luar dua kota terbesar negara itu, Yangon dan Mandalay.
Situs berita online Khonumthung Burma mengatakan serangan di Kalay itu dimulai sebelum fajar. Video di situs tersebut menunjukkan ada suara tembakan senapan, senjata kaliber tinggi, dan ledakan granat. Unggahan di media sosial mengatakan granat berpeluncur roket digunakan dalam serangan itu, tetapi tidak memberikan bukti.
Situs berita itu mengatakan bahwa selain tujuh korban jiwa, banyak orang terluka dan ditangkap di kota itu, yang juga dikenal sebagai Kalemyo atau Kale. Lebih dari setengah populasi kota adalah anggota etnis minoritas Chin.
Sebagian besar korban jatuh pada pagi hari, tetapi lebih banyak dilaporkan pada sore hari, sehingga totalnya menjadi 11, menurut situs berita The Irrawaddy dan Myanmar Now.
Pasukan keamanan telah menewaskan sedikitnya 581 pengunjuk rasa hingga hari Selasa (6/4) dalam tindakan keras mereka terhadap protes menentang kudeta 1 Februari yang menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, yang memantau korban dan penangkapan.
Hampir semua protes dilakukan tanpa kekerasan, tetapi karena polisi dan tentara telah meningkatkan penggunaan kekuatan mematikan, beberapa peserta mempersenjatai diri dengan senjata rakitan seperti bom Molotov untuk pertahanan diri. Di Kalay, beberapa warga mengambil senapan berburu rakitan yang sederhana namun mematikan.
Myanmar Now melaporkan hari Selasa bahwa pengunjuk rasa di Kalay telah mendirikan benteng lingkungan dan menimbulkan korban pada pasukan keamanan.
Dikatakan bahwa pada 28 Maret, ketika tentara berusaha menyerang Kalay, pengunjuk rasa di kota dan desa-desa terdekat melakukan perlawanan sengit. Serangan itu terjadi sehari setelah pasukan junta menewaskan lebih dari 110 orang di seluruh negeri, jumlah kematian satu hari tertinggi sejak kudeta.
Protes harian terhadap kekuasaan militer berlanjut pada hari Rabu di kota-kota lain, termasuk Mogok di Myanmar tengah, dan Bago, timur laut Yangon, di mana unggahan media sosial mengatakan pasukan keamanan menembakkan amunisi langsung ke para demonstran. Situs berita Irrawaddy melaporkan dua kematian di Bago.
Puluhan orang membakar bendera China dan berbaris di kota Ahlone, Yangon menyerukan boikot produk buatan China. Banyak pengunjuk rasa percaya bahwa Beijing mendukung rezim militer dengan dukungan ekonomi dan politik, termasuk ancaman veto di Dewan Keamanan PBB terhadap sanksi internasional apa pun. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...