Misteri Hilangnya Muka dan Punggung Sepak Bola Indonesia
"If we stop trying, that means we are no better than a coward," Bambang Pamungkas.
SATUHARAPAN.COM – Tim Nasional Indonesia U-23 (di bawah usia 23 tahun) akhirnya pulang dengan tangan hampa, tanpa medali, usai dibungkam Vietnam dengan skor 5-0 di laga perebutan medali perunggu cabang sepak bola SEA Games 2015, Singapura, Senin (15/6).
Padahal, di dua edisi SEA Games sebelumnya (2011 dan 2013), Indonesia sukses berturut-turut meraih medali perak dari cabang olahraga yang dimainkan 22 orang di atas rumput lapangan hijau ini.
Kenyataan pahit yang harus diterima publik sepak bola Tanah Air, Tim Nasional Indonesia U-23 tidak bisa merealisasikan peribahasa yang berkata datang tampak muka, pulang tampak punggung (datang dalam keadaan baik, pulang juga dalam keadaan baik), pada edisi SEA Games edisi ke-28 kali ini.
Muka tim Nasional Indonesia U-23 ketika datang ke SEA Games 2015 tidak tampak, sebab tersembunyi menahan malu setelah induk organisasi sepak bola dunia Federation Internationale de Football Association (FIFA) menjatuhkan sanksi pada Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia (PSSI). Ketika pulang, tim yang dikomandoi Manahati Lestusen pun tidak menampakkan punggungnya, Garuda Muda gagal menyumbangkan medali bagi kontingen Indonesia, sekaligus dipermalukan Vietnam dengan skor 5-0.
Jadi Sebuah Misteri
Bagaikan sebuah film ber-genre horor, akhir perjalanan Tim Nasional U-23 di SEA Games 2015 justru menjadi awal sebuah misteri atau teka-teki arah sepak bola Indonesia di masa mendatang. SEA Games 2015 merupakan ajang internasional terakhir bagi Indonesia sampai FIFA mencabut sanksi yang diberikan pada PSSI, pada Sabtu 30 Mei 2015.
Publik tidak tahu, kapan Evan Dimas Darmono–gelandang Tim Nasional U-23 nomor punggung enam–bisa kembali berdoa di pinggir lapangan, mengucap syukur atas gol yang baru ditorehkannya. Atau pencinta sepak bola Tanah Air tidak tahu kapan Muchlis Hadi Ning Syaifulloh kembali mencetak hattrick, seperti yang dilakukannya saat mencukur Kamboja 6-1 (Sabtu, 6 Juni 2015).
Karena, halaman selanjutnya dari kisah persepakbolaan Indonesia ada di tangan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) bersama PSSI. Ya, hanya mereka yang memiliki otoritas mengisi halaman-halaman tersebut. Sementara kita? Hanya bisa berdoa sambil sesekali bersuara menyerukan agar kedua pihak mau merendahkan diri mengubah kisah sepak bola Indonesia dari misteri menjadi prestasi.
Saatnya Merendahkan Hati
Kini bukan saat yang tepat mencari biang keladi kegagalan Tim Nasional Indonesia U-23 meraih medali di SEA Games 2015. Saat ini adalah waktu terbaik bagi Pemerintah, dalam hal ini Kemenpora, bersama PSSI merendahkan hati untuk mau duduk bersama, saling berdikusi, tukar pikiran, dan menemukan solusi perbaikan sepak bola Indonesia.
Dalam buku yang berjudul BEPE20 PRIDE mantan penyerang Tim Nasional Indonesia Bambang Pamungkas mengatakan Kegagalan demi kegagalan akan selalu meninggalkan rasa pahit yang luar biasa, tidak jarang rasa frustrasi timbul di sana. Akan tetapi, itu semua tidak seharusnya membuat kita berhenti berusaha dan berjuang untuk memperbaiki dunia persepakbolaan negeri yang kita cintai ini. If we stop trying, that means we are no better than a coward.
Sebagai garda terdepan persepakbolaan Indonesia, PSSI dan Kemenpora, dilarang menjadi pengecut dan hanya saling mengeluarkan statement, merasa benar, dan saling menuding di media massa. Berhenti melakukan hal tersebut, karena itu bukan jalan keluar dari permasalahan yang tengah dihadapi bangsa ini. Jadilah panutan yang bisa diberi kepercayaan publik membawa persepakbolaan Indonesia kembali ke jalur, bersinar, dan meraih prestasi di berbagai ajang internasional.
Bangkitlah Garuda dan sepak bola Indonesia, kami merindukan cerita manismu!!!
Tulisan ini adalah opini pribadi wartawan satuharapan.com, Martahan Lumban Gaol (Twitter @tahanlumbangaol).
Editor : Sotyati
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...