Mitos Seputar Natal (2)
SATUHARAPAN.COM – Selain tanggal kelahiran Yesus Kristus dan jumlah orang Majus, Masih ada beberapa lagi mitos dan tradisi seputar Natal. Misalnya, asal-usul pohon Natal, penyingkatan kata “Christmas” dan Sinterklas.
Pohon Natal
Pada zaman kuno, tanaman cemara digunakan sebagai dekorasi musim dingin untuk mengingatkan orang-orang bahwa kehidupan masih terus berjalan dan akan kembali pada musim semi. Praktik ini sering dikaitkan dengan ibadah, seperti orang Mesir melakukannya dengan Ra dan Romawi merayakan dengan festival Saturnalia mereka.
Tradisi ini “dikristenkan”—yaitu dengan sebutan “Pohon Natal”—dimulai pada abad ke-16 ketika orang-orang Kristen di Jerman mulai menempatkan pohon cemara hijau berhias tersebut di dalam rumah. Ada yang mengatakan bahwa seorang pembaharu Protestan, Martin Luther, adalah orang pertama yang menambahkan hiasan dan menyalakan lilin dekat pohon cemara yang akhirnya mengilhami lampu Natal diciptakan.
Butuh beberapa waktu bagi orang Amerika untuk mengadopsi pohon Natal. Sampai sekitar tahun 1840, pohon-pohon masih dianggap sebagai simbol penyembahan berhala. Budaya tersebut tidak berkembang sampai pada akhirnya tersebarlah sebuah majalah pada 1846 yang menampilkan Ratu Victoria dan keluarganya (suaminya adalah orang Jerman) berdiri di sekitar pohon Natal yang akhirnya pohon Natal menjadi sangat populer di Amerika Serikat.
Christmas atau X-Mas?
Banyak orang Kristen khawatir tentang penyingkatan Christmas menjadi X-Mas. Tidak sedikit diantara mereka memandang bahwa penyingkatan itu menjadi sebuah penghujatan. Tetapi, jika kita melihat dari dekat, menulis Xmas bukanlah suatu penghujatan terhadap Kristus. Kata “Kristus” dalam bahasa Yunani ditulis "ΧριστÏς". Huruf pertama adalah “X” atau chi. Chi juga ditulis dengan huruf “X” dalam alfabet Romawi.
Jadi, Xmas juga berarti Christmas, tetapi pengucapannya harus “Christmas” bukan “ex-mas”.
Sinterklas
Santa Nicholas adalah Uskup Ortodoks Yunani yang hidup sekitar 300 Masehi yang saat ini menjadi bangsa Turki. Ia dikenal karena kemurahannya ketika ia melemparkan sekantong koin emas melalui jendela seorang laki-laki miskin yang terpaksa menjual anak gadisnya sebagai budak (yang berpotensi sebagai prostitusi)di pagi hari.
Tetapi dalam perayaan Natal di Belanda, St. Nicholas (atau dalam bahasa Belanda disebut Sinterklaas), mulai diperkenalkan sebagai konsep Santa yang turun dari cerobong asap dan terbang di atas rumah (meskipun ia melakukannya di atas kuda). Tokoh Santa mulai diambil alih Amerika ketika imigran Belanda datang ke New York dan mulai merayakannya. Akhirnya, Sinterklaas bernama “Santo Pelindung dari New York” oleh Washington Irving, yang seperti disebutkan sebelumnya merupakan katalisator untuk mempopulerkan Santa Claus di Amerika. (howstuffworks.com & whychristmas.com)
Editor : Bayu Probo
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...