MPR: Intoleransi Akar Utama Radikalisme dan Terorisme
AMBON, SATUHARAPAN.COM - Anggota MPR-RI Mercy Chriesty Barends menegaskan sikap tidak toleran dengan keberagaman atau intoleransi merupakan akar munculnya faham radikalisme serta tindakan terorisme di Tanah Air.
"Radikalisme dan terorisme adalah manifestasi dari sikap intoleransi sebagai akar masalahnya," tegas Mercy Barends saat memberikan sosialisasi empat pilar kebangsaan kepada puluhan siswa dan guru SMA Negeri 1 Kota Ambon, Rabu (12/2).
Dia menegaskan, faham radikalisme yang akhir-akhir ini berkembang di Tanah Air, sangatlah berbahaya, namun tidak semua faham radikalisme mengakibatkan tindakan terorisme, sebaliknya terorisme sudah pasti mengandung radikalisme. Terorisme merupakan tindakan kriminal yang sangat radikal.
Menurutnya, sikap intoleransi dapat muncul atau terjadi baik di dalam lingkungan terkecil, misalnya pertemanan, lingkungan sekolah maupun di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Mercy yang juga anggota DPR-RI Daerah Pemilihan (Dapil) Maluku tersebut mengatakan, dalam 20 tahun terakhir banyak paham intoleransi yang muncul di Indonesia dan akhirnya bermanivestasi ke dalam tindakan sangat radikal, bahkan menjurus ke terorisme dengan target utama yakni pelajar dan generasi muda.
"Pelajar dan generasi muda sangat mudah sekali ditarik atau menjadi korban paham intoleransi karena mereka masih labil dan sedang mencari identitas dirinya," katanya.
Penganut paham intoleransi lebih menyasar para pelajar dan generasi muda karena lebih mudah untuk dilakukan pencucian otak (brain washing) dengan sasaran terjadi pengingkaran terhadap identitas kemanusiaan serta menghambat pengekspresian diri mereka sebagai generasi muda Indonesia yang cinta damai, cinta toleransi serta menghargai kebhinekaan dan NKRI yang majemuk.
Berbagai hal tersebut diatas, ujar Mercy, menjadi alasan bagi MPR-RI dan DPR-RI menggencarkan sosialisasi empat pilar kepala kalangan pelajar dan generasi muda di Tanah Air.
Sosialisasi empat pilar kepada pelajar dan generasi muda tidak dalam pendekatan kontekstual atau belajar dan menghafal butir-butir Pancasila serta UUD RI 1945, tetapi lebih kepada kontekstualisasi Pancasila dalam proses pergaulan, lingkungan dan seluruh kehidupan mereka sehingga berkembang menjadi budaya generasi muda masa kini.
"Pelajar dan generasi muda boleh pintar dan cerdas setinggi langit, tetapi jika pembentukan karakter serta nilai-nilai kebangsaan itu lemah, maka mereka akan menjadi korban serta mudah terpapar paham dan isu sektarian serta fundamentalisme," katanya.
Mercy lantas mengajak para siswa dan guru SMA Negeri 1 untuk mulai menakar kualitas dan tingkat toleransi di dalam diri masing-masing, dengan dimulai dari lingkungan terkecil seperti kelompok belajar, lingkungan sekolah, tempat tinggal sehingga skala terbesar yakni kehidupan bermasyarakat.
"Mulainya membangun rasa toleransi dari hal-hal kecil seperti memberikan ucapan selamat hari besar keagamaan bagi teman yang tidak seiman, termasuk menghargai perbedaan pendapat dan pandangan antarsesama," katanya. (Ant)
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...