Muhammadiyah Usulkan Revolusi Teologis untuk Cegah Korupsi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Majelis Pemberdayaan Masyarakat(MPM) PP Muhamadiyah, Nurul Yamin, mengatakan, situasi korupsi di Indonesia saat ini merupakan kejahatan extraordinary.
Selain itu, kata Nurul, mengacu pada filsafat Intelijen karya Jendral TNI (Purn) Dr. Abdullah Mahmud Hendropriyono, situasi korupsi disebut sebagai keadaan 'gawat-darurat' yang memunculkan paradigma necessitas legem non bahet legem atau kedaruratan tidak mengenal hukum apa pun, karena kedaruratan membuat hukuman sendiri.
"Dalam konteks ini, maka dibutuhkan rekonstruksi baru dalam upaya pemberantasan korupsi yang tidak saja bersifat legal formal, struktural, tetapi juga kultural dan juga teologis keagamaan," kata Nurul Yasin dalam diskusi publik 'Korupsi, Kemiskinan, dan Keberdayaan Umat' di gedung DPD, Senayan, Jakarta Pusat, hat Kamis (10/3).
Menurut Nurul, gerakan pemberdayaan masyarakat harus menggunkakan virus approach. Layaknya virus, kegiatan pemberdayaan yang dilakukan akan meninggalkan bekas yang sangat luas dan masif.
"Dengan model virus approach kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan Muhamadiyah akan mempunyai dampak yang besar dalam mengatasi kemiskinan, korupsi serta problem sosial masyarakat lainnya," kata dia.
Oleh karena itu, kata Nurul, untuk memperkuat basis virus approach, dibutuhkan sinergi dan kemitraan. Kerja pemberdayaan adalah kerja berjaringan, bergandengan tangan dalam mengatasi persoalan hidup masyarakat yang tidak ringan.
"Media massa merupakan mitra stategis bagi MPM dalam memperkuatkan kerja-kerja pemberdayaan masyarakat," katanya.
Selain itu, kata Nurul, adalah penguatan lembaga negara antikorupsi. Negara ini memiliki trisula antikorupsi yaitu KPK, Kepolisian dan Kejaksaan. Pertanyaannya adalah, kata dia, sebagai sapu antikorupsi apakah trusula ini sudah bersih sebelum membersihkan lantai yang kotor.
"Penguatan koalisi masyarakat sipil anti korupsi sebagai kekuatan civil society dan negara yang berbasis pada kekuatan masyarakat itu sendiri," kata dia.
Nurul berpedapat revolusi teologi ketika korupsi tidak lagi dipandang sebagai dosa besar.
"Saya termasuk orang yang kurang yakin tindak korupsi di negeri ini bisa diberantas dengan tuntas tanpa revolusi teologis. Ketika kita melihat wajah yang ceria dengan senyum di bibir para tubuh korupsi yang dikenal sebagai tokoh agama, boleh jadi mereka memandang korupsi sebagai tindakan yang tidak termasuk dosa," kaya dia.
"Tindakan dosa, korupsi bukanlah dosa yang tidak bisa diampuni Allah, bila demikian diperlukan revolusi teologis untuk mecegah perilaku korupsi," dia menambahkan.
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...