Musikono #7: Waltz for Siluk
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Gazebo Estehanget yang berada di Dukuh Butuh Desa Sirharjo, Imogiri-Bantul Minggu (25/2) malam menjadi perjumpaan ketujuh acara Musikono, sebuah pertunjukan musik keliling (concert tour) yang digagas oleh pianis Bagus Mazasupa dengan diselingi workshop tentang pengetahuan musik di sela-sela konser.
Panggung dibuka dengan penampilan kelompok Estehanget pimpinan Sumadiyono "Madek" membawakan uyon-uyon pambuka dalam iringan gamelan. Setelah dua pembuka dari Estehanget, Bagus Mazasupa membawakan tiga repertoar dalam tempo lagu yang berbeda.
Pada Musikono #7 Bagus membawakan lima repertoar dalam waltz, sebuah irama musik dalam hitungan tiga ketukan. Bagi pendengar musik Indonesia yang terbiasa dengan musik-musik berirama empat ketukan irama waltz mungkin tidak terlalu familiar di telinga terlebih pada musik-musik yang dimainkan dengan vokal.
Pada repertoar pertama Bagus membawakan "Waltz for The Lonely" gubahan komponis George Winston dalam tempo yang lambat, diiringi dengan "Feast at Tintern" karya komponis Don Gibson dengan tempo yang dinamis. Sementara pada reoertoar ketiga yang merupakan karya Bagus sendiri berjudul "Semitone" dalam tempo campuran lambat-dinamis. Dalam ketiga repertoar tersebut Bagus memberikan gambaran bagaimana irama waltz dimainkan dalam sebuah lagu.
"Ibu-ibu, kados pundi raosipun mirengaken musik niku wau (Ibu-ibu, bagaimana perasaannya mendengarkan musik tadi)?" tanya Bagus pada penonton.
"Yo seneng banget (senang banget)." jawab ibu-ibu yang menonton Musikono #7 di Gazebo Estehanget
Interaksi dengan penonton dalam dialog ringan inilah yang menjadi warna lain Musikono. Dalam suasana demikian musik menjadi menjadi penjembatan serta memiliki bahasa yang tidak berbatas (music without border).
Lagu berjudul "Akad" yang dipopulerkan oleh Payung Teduh diaransemen-komposisi ulang Bagus dalam irama tiga ketukan. Dalam beberapa bagian, Bagus mengajak penonton untuk menyanyikan lagu tersebut diiringi "Akad" dalam irama waltz.
"Agak berbeda ketika lagu dalam ketukan 4/4 dimainkan dalam tiga ketukan. Ada sedikit ketidakharmonian terutama pada saat lirik lagu dinyanyikan meskipun sebenarnya (hal tersebut) bisa dikomposisi (agar lebih harmoni)." jelas Bagus saat membawakan komposisi "Akad". Dengan cara demikian Bagus mengajak penonton untuk merasakan langsung irama musik waltz meskipun mungkin agak asing bagi telinga audiens yang sebagian besar adalah masyarakat desa setampat.
"Desa adalah tempat (ideal) bagi tumbuh-kembangnya anak-anak. Dengan berbagi apa yang saya tahu, ini menjadi cara Musikono menyampaikan (hal-hal tentang musik), semoga bisa bermanfaat." kata Bagus memberikan penjelasan pemilihan tempat dalam perhelatan Musikono #7, Minggu (25/2) malam.
Bagus mengakhiri penyajian irama waltz dengan lagu "Doa" karya Mochamad Djohansyah atau lebih dikenal dengan nama Sawung Jabo.
Dengan latar belakang musik klasik, Bagus selalu menyajikan komposisi klasik dalam setiap perhelatan Musikono. "Mazurka in Bb" karya komponis Frederic Francois Chopin serta "A Town with an Ocean View" karya Joe Hisashi yang merupakan original sound track (ost) film Kiki Delivery Service turut disajikan dalam Musikono #7.
Pada lagu berjudul "Surya Namaskar" karya gitaris Dewa Budjana, Bagus mengajak Deny Dumbo untuk memainkan serulingnya, sementara dalam lagu berjudul "Anak Wayang" karya Mochamad Djohansyah bersama Virgiawan Listanto yang dimainkan oleh Bagus dengan mengajak dua personil Sirkus Barock Deny Dumbo dan Ucok NOS. Deny selain memainkan alat saluang (seruling) sekaligus menyanyikan lagu tersebut dan menjadi satu-satunya lagu bervokal malam itu.
Menarik ketika Bagus menggarap komposisi "Minuet in G" karya komponis Johan Sebastian Bach dibawakan secara kolaboratif memainkan piano elektronik, biola serta gamelan. Dalam permainan komposisi klasik piano-biola, alunan gamelan laras Pelog yang dimainkan oleh Estehanget masuk secara halus di tengah-tengah gesekan biola Ucok yang membawakan komposisi tersebut. Suara piano Bagus beriringan dengan pukulan gamelan menjadi lebih menarik saat Madek memberikan nuansa lain dalam tetabuhan kendangnya.
Di tepian Sungai Siluk, komposisi "Minuet in G" dimainkan secara kolaboratif dalam mini orkestra gamelan-piano-biola. Menjadi tidak penting lagi apakah penonton yang sebagian besar penduduk setempat memahami apa itu musik klasik dengan berbagai komposisi, aturan-aturan, maupun kerumitan lainnya, karena perjumpaan dengan membawa kebahagian dan tidak berjarak jauh lebih penting di tengah-tengah suasana bangsa yang akhir-akhir ini disibukkan dengan prasangka-prasangka tak berujung akibat terlalu sibuk membela kepentingan dan diri sendiri.
Musikono tidak datang untuk menggurui namun menyampaikan pesan bahwa tanpa batas musik menjadi lebih melembutkan.
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...