Myanmar: Demonstrasi Menentang Kudeta Militer Kembali Digelar
YANGON, SATUHARAPAN.COM-Para pengunjuk rasa anti kudeta di Myanmar mengadakan demonstrasi pada hari Senin (19/7) bertepatan dengan hari libur umum untuk memperingati pahlawan kemerdekaan yang terbunuh, termasuk ayah dari pemimpin terpilih negara itu, Aung San Suu Kyi.
Sejak militer merebut kekuasaan pada 1 Februari dan menangkap Suu Kyi dan anggota senior dari partainya, ratusan orang telah tewas ketika tentara memadamkan protes jalanan dan dalam bentrokan antara tentara dan milisi rakyat yang baru dibentuk.
Di Yangon, otoritas militer mengadakan upacara Hari Martir yang dikontrol ketat di sebuah makam yang didedikasikan untuk Aung San, ayah Suu Kyi, dan seorang pahlawan nasional, yang dibunuh bersama anggota kabinetnya pada 19 Juli 1947.
Pengemudi di Yangon juga membunyikan klakson pada pukul 10:37, sebuah tradisi untuk menandai saat para pemimpin kemerdekaan dibunuh.
Tahun lalu, Suu Kyi meletakkan karangan bunga pada upacara yang sama, tetapi tahun ini hanya beberapa kerabat yang hadir di acara yang juga dihadiri oleh Menteri Agama dan Kebudayaan, Ko Ko, yang diangkat oleh militer.
Di Monywa, sebelah barat kota Mandalay, demonstran anti junta mengadakan pawai di mana mereka meneriakkan “Martir tidak pernah mati. Kami akan membasuh kaki kami dengan darah anjing perang”, mengacu pada tentara, sebagaimana foto-foto di media sosial menunjukkan.
Sementara itu, di Meiktila di Myanmar tengah, pengunjuk rasa memegang spanduk di depan peringatan Hari Martir untuk menghormati empat “martir” lainnya yang telah meninggal di distrik mereka selama demonstrasi baru-baru ini dalam menentang kudeta.
Pasukan keamanan telah menewaskan sedikitnya 914 orang sejak kudeta, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, sebuah kelompok aktivis. Junta membantah angka tersebut dan mengatakan banyak tentara juga tewas.
Militer membenarkan kudetanya dengan menuduh partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Suu Kyi memanipulasi suara untuk memperoleh kemenangan telak dalam pemilihan November lalu, meskipun komisi pemilihan saat itu menolak pengaduannya.
Suu Kyi diadili di ibu kota Naypyitaw atas tuduhan yang meliputi impor ilegal dan kepemilikan radio walkie-talkie serta melanggar protokol virus corona.
Dia juga didakwa di pengadilan Yangon, dituduh melanggar Undang-undang Rahasia Resmi yang tidak ditentukan, dapat dihukum maksimal 14 tahun penjara, dan menghadapi dakwaan di Mandalay. Tim hukumnya menolak semua tuduhan. (Reuters)
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...