Myanmar: Rohingya dan Militer Bentrok, 12 Tewas
MYANMAR, SATUHARAPAN.COM- Pasukan pemerintah Myanmar dan sekelompok orang bersenjata bentrok di negara bagian Rakhine, Myanmar, hari Selasa (11/10). Media pemerintah di sana melaporkan 12 orang tewas.
Media pemerintah melaporkan pada hari Rabu (13/10) tentang eskalasi yang tajam kekerasan di wilayah bergolak itu. Empat tentara dan satu penyerang tewas pada hari Selasa ketika ratusan orang bersenjata pistol dan pedang menyerang pasukan di Pyaungpit, kota Maungdaw, wilayah yang dihuni oleh kelompok Muslim Rohingya.
Namun, menurut laporan AFP, pasukan pemerintah menambahkan tujuh orang tewas dalam pertempuran l;ain di desa dekat Taung Paing Nyar. "Setelah kejadian itu, tentara menemukan tujuh mayat," menurut laporan media pemerintah, Global New Light of Myanmar.
"Pedang dan pentungan ditemukan di antara jenazah tubuh." Militer juga menelusuri daerah sekitar yang tidak jauh dari perbatasan dengan Bangladesh, setelah sembilan polisi tewas pada hari Minggu (9/10) dalam serangan terkoordinasi pada tiga pos perbatasan.
Kerusuhan menimbulkan kekhawatiran terulangnya kasus tahun 2012, ketika kekerasan sektarian melanda Rakhine, menewaskan lebih dari 100 orang dan menndorong puluhan ribu Rohingya terpaksa tingga di kamp-kamp pengungsian.
Warga Muslim Rohingya di dalam dan di luar kamp menghadapi pembatasan ketat atas gerak mereka dan akses terhadap layanan dasar. Kelompok-kelompok hak asasi manusia menyebut mereka salah satu masyarakat yang paling teraniaya di dunia.
Kelompok nasionalis Buddha menyebut merek sebagai kelompok imigran ilegal dari Bangladesh, meskipun banyak yang menelusuri garis keturunan mereka pada generasi di Myanmar.
Ada enam orang tersangka di balik serangan itu, termasuk empat yang ditangkap pada hari Selasa, dan mereka ditahan oleh otoritas, menurut media pemerintah itu.
Penasihat khusus PBB di Myanmar, Vijay Nambiar, mendesak tentara dan warga untuk menahan diri. Dia juga meminta warga sipil untuk "tidak terprovokasi oleh berbagai respon yang menargetkan komunitas atau kelompok agama".
Rumor pembunuhan dan penangkapan massal di sekitar Maungdaw telah menyebar di media sosial, memicu ketakutan, dan sulit dikonfirmasi.
Penduduk setempat mengatakan kepada AFP mereka takut meninggalkan rumah karena tentara berpatroli di jalan-jalan. Para aktivis juga memperingatkan pencarian penyerang sedang dilakukan sebagai alasan tindakan keras terhadap Rohingya.
Myanmar sekarang de facto dipimpin Aung San Suu Kyi yang berada di bawah tekanan internasional yang berat untuk mencari solusi bagi Rohingya. Nasib mereka telah meninggalkan noda gelap pada perjalanan demokrasi di negara itu.
Dia baru-baru ini membentuk sebuah komisi yang dipimpin oleh mantan Sekjen PBB, Kofi Annan, untuk menemukan cara untuk menyembuhkan luka pahit di negara yang miskin itu.
Editor : Sabar Subekti
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...