Myanmar: Sebelum Kehancuran oleh Gempa Dahsyat, Sudah Dirundung Banyak Masalah

NAYPYITAW, SATUHARAPAN.COM-Sebelum gempa bumi berkekuatan 7,7 skala Richter melanda Myanmar pada hari Jumat (28/3), lebih dari tiga juta orang di negara tersebut telah mengungsi, dan ratusan ribu orang terputus dari program makanan dan kesehatan yang penting sebagai akibat dari perang saudara yang berlangsung selama empat tahun yang menurut kelompok-kelompok internasional telah menargetkan warga sipil tanpa pandang bulu.
Video di media sosial menggambarkan kehancuran yang meluas setelah gempa bumi melanda episentrum di dekat Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar, dan diikuti oleh gempa susulan berkekuatan 6,4 skala Richter yang kuat, menimbulkan kekhawatiran bahwa banyak orang terperangkap di bawah reruntuhan atau tewas.
Informasi dan pergerakan di seluruh negeri masih dikontrol dengan sangat ketat, sehingga mempersulit upaya penyelamatan atau bahkan penilaian jumlah korban tewas resmi.
Berikut ini sekilas tentang Myanmar:
Kekacauan Politik dan Keamanan
Myanmar, yang sebelumnya dikenal sebagai Burma, telah dilanda kekacauan sejak tentara merebut kekuasaan dari pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021, yang memicu pertentangan rakyat yang meluas.
Setelah demonstrasi damai ditumpas dengan kekuatan mematikan, banyak penentang pemerintahan militer angkat senjata. Sebagian besar wilayah negara itu kini terjerat dalam konflik.
Yang memperumit gambaran politik adalah pengaruh negara tetangga China, yang diyakini secara diam-diam mendukung serangan akhir tahun 2023 yang ternyata merupakan upaya yang berhasil untuk menghentikan kegiatan kejahatan terorganisasi yang telah berkembang pesat di sepanjang perbatasannya.
Butuh Banyak Bantuan Luar
Sebelum gempa terjadi, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) memperkirakan bahwa ratusan ribu warga sipil telah mengungsi akibat pertempuran internal, dan sekarang ada lebih dari 3 juta orang yang mengungsi secara internal di Myanmar secara keseluruhan, dengan sekitar 18,6 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Namun, masalah akses dan pemotongan bantuan asing baru-baru ini telah menghancurkan negara yang telah dilanda perang tersebut. Pembekuan program bantuan asing selama 90 hari yang diumumkan awal tahun ini oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, telah menyebabkan pemotongan layanan lainnya bagi para pengungsi dari Myanmar, termasuk penutupan perawatan rumah sakit di kamp-kamp di negara tetangga Thailand tempat lebih dari 100.000 orang tinggal, menurut para aktivis dan pejabat Thailand.
Masalah Kelaparan
Sebuah pernyataan baru-baru ini oleh Program Pangan Dunia (WFP) mengatakan bahwa sebagian besar jatah makanan yang saat ini didistribusikan di Myanmar akan dihentikan pada bulan April, bahkan ketika negara tersebut menghadapi krisis kemanusiaan yang parah.
WFP mengatakan akan membutuhkan US$60 juta untuk melanjutkan bantuan pangan di Myanmar dan meminta mitranya untuk mengidentifikasi pendanaan tambahan.
WFP mengatakan 15,2 juta orang, hampir sepertiga dari total populasi, tidak dapat memenuhi kebutuhan pangan harian minimum mereka, dan sekitar 2,3 juta menghadapi tingkat kelaparan darurat.
Organisasi tersebut mengatakan saat ini mereka hanya memiliki dana untuk membantu 35.000 orang yang paling rentan, termasuk anak-anak di bawah usia 5 tahun, wanita hamil dan menyusui, dan orang-orang yang hidup dengan disabilitas.
Masalah Kesehatan
Pekan lalu, Tom Andrews, seorang pemantau hak asasi manusia di Myanmar yang ditugaskan oleh Dewan Hak Asasi Manusia yang didukung PBB, memaparkan krisis kesehatan yang mengerikan sebagai akibat dari terhentinya bantuan.
Pasien tuberkulosis dan HIV telah kehilangan pengobatan mereka selama beberapa pekan; anak-anak cacat telah dikunci di luar pusat rehabilitasi; kelompok-kelompok hak asasi manusia telah menghadapi pemotongan dalam kemampuan mereka untuk mendistribusikan makanan dan air kepada orang-orang, kata Andrews. (AP)
Editor : Sabar Subekti

Pengemudi Ojol Berlebaran Sama Presiden di Istana
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Para pengemudi ojek daring (ojek online/ojol) mengungkapkan pengalaman be...