Natal Hati Emansipatoris
Hati yang merasa terluka dan ikut merasakan penderitaan orang lain dan alam sekitar.
SATUHARAPAN.COM – Pada tahun ini umat Kristen Indonesia merayakan Natal dengan tema ”Hidup Bersama sebagai Keluarga Allah”. Tema yang mengacu pada kesaksian Kitab Kejadian 9:16 ini ingin menggarisbahawi pentingnya sikap hati inklusif di tengah-tengah perbedaan yang menjadi ciri khas masyarakat Indonesia. Kita sepakat dengan pilihan tema ini bagi umat Kristen Indonesia; dan bukan lagi umat Kristen di Indonesia.
Di sini inklusivitas bukanlah sekadar sikap keterbukaan untuk memenuhi tata krama kehidupan bersama orang lain. Ia telah menjadi inheren dalam kesadaran teologis sebagaimana pembaruan perjanjian Allah dengan semua bangsa dan semua makhluk seperti keyakinan teologis penulis Kitab Kejadian.
Tema ini makin relevan di tengah-tengah perbedaan sikap dan pilihan politis usai pilkada serentak di Indonesia. Kita sadar bahwa perbedaan sikap dan pilihan politis itu tidak jarang meninggalkan rasa kekecewaan dan rasa dendam antarpemilih dalam pilkada serentak itu. Konsekuensinya adalah rasa kekeluargaan sebagai ciri masyarakat Indonesia itu tidak lagi nyata dalam kehidupan sosial sehari-hari. Bahkan tidak jarang calon Gubernur/Walikota/Bupati hanya akan mengurus mereka yang memilihnya. Itulah sebabnya mereka yang tidak memilih sering kurang mendapat perhatian yang baik dalam pelayanan publik.
Seharusnya pesta demokrasi dalam bentuk pilkada seretntak itu dihayati sebagai pesta untuk mencari konsensus bersama di mana mayoritas sebagai pemenang tidak merayakan kemenangannya, hanya sekadar memuaskan hati posesif yang narsis. Sebaliknya, mereka akan merayakan kemenangan mereka sebagai kemenangan hati emansipatoris mereka dalam memperjuangkan kehidupan bersama yang lebih baik dan manusiawi serta memelihara alam sekitarnya.
Itulah arti dari Natal Kristus sebagai Kelahiran Hati Keluarga Allah, yaitu hati untuk saling mengemansipasi satu dengan yang lain; dan bukan saling meniadakan satu sama lain. Apalagi menindas mereka yang dipandang sebagai musuh politik, musuh kepentingan ekonomi, musuh perbedaan agama dan budaya.
Menghayati tindakan pembaruan Allah yang bersifat universal seperti kesaksian penulis Kitab Kejadian 9:16 kiranya menyentuh hati humanis dan ekologis kita sehingga hati kita tidak lagi menjadi ”tuan”—apalagi Tuhan dan Allah—atas orang lain dan alam sekitarnya.
Sebaliknya, hati kita selalu menjadi hati emansipatoris yang merasa terluka dan ikut merasakan penderitan orang lain dan alam sekitarnya sehingga penderitaan bersama itu akan melahirkan setiap hati dalam keluarga Allah menjadi hati emansipatoris—hati yang mengemansipasi sesama keluarga Allah, apa pun pilihan politik dan latar belakang agama dan budayanya.
Selamat Merayakan Natal Kristus 2015 sebagai Natal Hati Emansipatoris untuk menjadi benih-benih kehidupan pada tahun karya 2016!
Email : inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...