Nate Qi, Penyanyi Asal Jakarta Merilis Album di New York
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM - Album Elementary Love yang baru saja rilis pada Sabtu, 2 Maret 2019 di Ace Hotel, New York, merupakan karya anak bangsa bernama Jonathan Koe.
Pria kelahiran Jakarta, 4 Maret 1990 ini menggunakan nama Nate Qi. Ia menciptakan lagu, memproduserinya serta menyanyikannya sendiri.
“Nate Qi adalah nama panggilan oleh ibu saya semasa saya kecil. Saat mendengar nama itu, di satu sisi ada perasaan hangat dan nostalgic, tapi juga perasaan berani dan bebas. Beberapa tahun lalu, saya menemukan foto saat saya berumur 3-4 tahun dengan percaya diri menggenggam microphone,” kata Nate Qi kepada satuharapan.com belum lama ini.
“Di saat yang bersamaan, saya baru selesai mixing dan mastering album lagu-lagu karya sendiri di mana saya berperan menjadi penulis, produser, maupun performer. Momen itu membangkitkan keberanian saya,” demikian penjelasan Jonathan.
“Akhirnya saya putuskan merilis album ini dengan pseudonym Nate Qi untuk menjadi sebuah bentuk protes terhadap suara di dunia yang mengatakan I'm not good enough. Tetapi yang lebih penting, nama Nate Qi mengingatkan saya sendiri pada bagian diri saya yang tidak takut untuk bernyanyi, menari, dan mencintai hidup, seperti saat masih kecil,” lanjutnya.
Jonathan yang sekarang tinggal di Brooklyn, New York, ini mengakui bahwa sejak berumur 14 tahun sudah memiliki keinginan untuk menyanyi dan menulis lagu sendiri. Karir musiknya dimulai saat umur 17 tahun mendapatkan beasiswa belajar musik piano klasik di Manhattan School of Music, salah satu konservatori terbaik di Amerika Serikat.
“Di akhir studi, saya mengambil kelas musik India dan mendapat tugas untuk menulis musik. Setelah memainkan raga (tangga nada musik India) yang sudah saya pilih berkali-kali di piano, tiba-tiba saya mulai menyanyikan sebuah lagu. Beberapa jam kemudian, saya selesai menggubah lagu untuk vokal dan piano, dan hidup saya tidak pernah sama lagi. Sejak momen itu, saya sadar bahwa panggilan saya sebagai pemusik adalah untuk menggubah musik, dan memainkan musik saya sendiri,” katanya.
Kesulitannya mendapatkan produser yang memiliki visi sama membuat Jonathan termotivasi memproduseri sendiri karyanya. “Suatu hari, di dalam masa frustrasi itu, saya lihat sebuah video Claire Boucher dari band Grimes yang memaparkan prosesnya menjadi produser musiknya sendiri di YouTube. Saat itulah saya mulai terinspirasi memproduseri musik sendiri,” jelasnya.
“Mulai dari proses menulis lagu, merekam vokal dan instrumen, sampai menggubah menggunakan DAW (Digital Audio Workstation), kecuali di satu lagu, 'December' yang saya tulis dan nyanyikan bersama adik saya, Sharon. Lalu saya berkolaborasi dengan sound engineer di Swedia untuk tahap mixing dan mastering,” katanya.
Kelahiran sebuah album tentu tidak luput dari lingkungan yang mempengaruhi sang pengarang. Jonathan menceritakan bahwa hobinya semasa remaja di Jakarta, pergi ke toko kaset dan CD mencari musik-musik alternatif mempengaruhi musik yang dia buat.
“Beberapa favorit saya contohnya Joni Mitchell, Kate Bush, dan Depeche Mode. Saya juga selalu terkesan dengan musik jenis singer-songwriter seperti Jewel dan Sarah McLachlan, dimana seorang penyanyi/penyair bisa menceritakan sebuah naratif yang menarik melalui format lagu pop berdurasi 3-4 menit. Selain itu, semasa kecil orang tua saya juga mengenalkan saya pada Carpenters, Bee Gees, dan ABBA. Saya rasa semua ini mempengaruhi style dan songwriting saya,” katanya.
Album Elementary Love, dapat dinikmati di Spotify, Apple Music, iTunes, CDBaby, dan Google Play (versi CD coming soon!).
Album ini menceritakan perjalanan emosional seorang anak muda yang jatuh cinta dan patah hati untuk pertama kali. Cinta romantis mungkin paling intens dan efektif dalam mengajarkan bahwa mimpi kadang tidak sesuai dengan realita. Jonathan menggambarkannya sebagai pengalaman yang relatable untuk semua orang. Namun cinta dalam kata 'Elementary Love' bukan hanya cinta romantis, tapi juga cinta terhadap sesuatu, misalnya bidang studi atau terhadap komunitas teman. Jonathan mengutip pepatah dari Neil Young, "Only love can break your heart."
“Jika kita pernah mengalami kekecewaan, kekecewaan itu pasti mengubah diri kita secara sadar atau tidak, positif atau negatif. Namun menurutnya, penting untuk menyadari bahwa kekecewaan hanya mungkin terjadi jika sesuatu sungguh bermakna untuk kita,” katanya.
“Kemampuan merasakan emosi yang dalam adalah tanda kemanusiaan kita - pengingat bahwa kita belum mati, masih mampu merasa,” tambahnya.
Sedangkan single utamanya, Collide, menggambarkan sebuah perasaan antara nervous dan excited saat mengejar sesuatu atau seseorang yang nampaknya impossible, tetapi kita masih punya harapan yang tinggi bahwa kita akan berhasil.
Jonathan mengatakan,”Album ini saya tulis di satu masa tersulit dalam hidup saya. Proses menulis dan memproduseri album ini menyemangati saya untuk melewati masa itu. Sepanjang hidup saya, musik adalah sahabat yang paling penting untuk mengingatkan bahwa you are not alone,” katanya.
“Walaupun mungkin orang di sekitar sulit mengerti apa yang kita hadapi, kadang kita bisa menyalakan radio lalu mendengar seseorang yang tidak kita kenal bernyanyi mengenai sebuah pengalaman yang sangat mirip dengan apa yang sedang kita gumuli. Harapan saya musik ini menjadi sahabat bagi para pendengar dan menjadi soundtrack momen-momen penting dalam hidup mereka,” katanya.
Selamat dan sukses untuk Nate Qi!
Instagram: @nate_qi
Facebook: @nateqimusic
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...