EKONOMI
Penulis: Prasasta Widiadi
19:11 WIB | Senin, 20 April 2015
Negara Diingatkan Tidak Mengesampingkan Buruh Migran
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pemimpin, kepala negara, atau presiden apapun julukannya diharap tidak melupakan warga negaranya yang mencari nafkah di luar negeri, karena buruh migran merupakan aset ekonomi suatu negara.
“Saat ini malah sering kita jumpai banyak pemimpin negara yang setelah menjadi kepala negara dan atau menanggalkan jabatannya di tengah jalan malah lupa dengan pekerja yang bekerja di luar negeri,” kata William Lacy Swing, Direktur Umum International Organization for Migration (IOM) pada sesi Anchoring Trust in East Asia’s New Regionalism World Economic Forum on East Asia (WEFEA) 2015, di Hotel Shangri La, Jakarta, Senin (20/4).
IOM, Organisasi Internasional untuk Migrasi ini didirikan pada 1951 yang pada awalnya bertujuan untuk membantu menempatkan kembali para pengungsi akibat Perang Dunia II.
IOM merupakan organisasi antarpemerintah di bidang migrasi dan berdedikasi untuk memajukan migrasi yang manusiawi dan teratur demi kepentingan bersama, dilaksanakan dengan meningkatkan pemahaman mengenai masalah-masalah migrasi, membantu pemerintah dalam menjawab tantangan migrasi, mendorong pembangunan sosial dan ekonomi melalui migrasi, dan menjunjung tinggi martabat dan kesejahteraan migran, termasuk keluarga dan komunitasnya.
Lacy Swing mengingatkan bahwa bagi pekerja yang mencari nafkah di luar negeri sesungguhnya mereka tidak hanya membawa penghidupan bagi keluarga, tetapi nilai ekonomi bagi suatu negara.
“Tidak ada salahnya melalui WEFEA saat ini kita mengupayakan perlindungan maksimal dan hak-hak kebutuhan bagi pekerja dan perlakuan yang adil bagi mereka, sesuai dengan Hak Asasi Manusia, sama halnya dengan kita memperlakukan pegawai asing di negara kita,” Lacy Swing menambahkan.
Dalam sesi tersebut Teresita Sy Coson, Wakil Ketua Senior SM Investments Corporation sebuah perusahaan korporasi besar berpusat di Filipina mengemukakan bahwa WEFEA melihat kesiapan negara-negara kawasan Asia Tenggara dalam rangka ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
“Kami mencoba untuk melakukan harmonisasi, dan dialog diantara negara-negara di kawasan Asia khususnya ASEAN dalam menyongsong MEA, khususnya pembicaraan di tingkat perdagangan antar negara,” kata Teresita.
Teresita menambahkan bahwa salah satu tujuan AEC yakni untuk meningkatkan ekonomi masing-masing negara, oleh karena itu harus ada kelancaran dalam arus transaksi perdagangan.
“Satu hal yang menurut saya berpengaruh adalah pembebasan visa, saya yakin proses tersebut akan mempermudah bagi pebisnis di negara-negara Asia Tenggara yang sering keluar masuk satu negara ke negara lain untuk melakukan transaksi ekonomi,” kata Teresita.
Di kesempatan yang sama, Hans Paul Burkner, Ketua The Boston Consulting Group menegaskan WEFEA akan mengupayakan dialog karena tidak hanya dari satu pihak saja tetapi juga dari berbagai pengamat di berbagai bidang yang hadir dari berbagai negara.
“Banyak tema yang penting dibahas untuk Indonesia, saya mengapresiasi tentang apa yang sedang dikerjakan di Indonesia saat ini yakni infrastruktur,” kata Burkner.
Ia mengatakan, Indonesia memiliki masa depan yang baik. Hal ini bisa dilihat dari optimistis yang ditunjukkan oleh para pemimpin dan juga rakyatnya. Tetapi, ada juga banyak tantangan yang harus dihadapi oleh Indonesia.
Dalam kaitan ini, Indonesia perlu membuka pasar terhadap asing sembari meningkatkan daya saing agar tidak kalah dari negara-negara lain dalam kompetisi yang lebih luas.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
BERITA TERKAIT
KABAR TERBARU
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...