Neles Tebay: Kematian Anak di Papua Tanggung Jawab Bersama
JAYAPURA, SATUHARAPAN.COM - Indonesia baru saja dikagetkan dengan berita kematian 61 anak Papua di Kabupaten Asmat. Mereka meninggal karena serangan campak dan kurang gizi alias gizi buruk. Kematian anak Papua dalam jumlah yang banyak juga terjadi tahun 2017.
Sejak April hingga Juli 2017, sebanyak 50 balita meninggal di Distrik Tigi Barat, Kabupaten Deiyai. Sesudah itu, sejak Juli hingga oktober 2017, sebanyak 35 anak Papua meninggal di kampung Yigi, Distrik Inikgal, Kabupaten Nduga.
Salah satu anak Papua mendapat perawatan (Foto: Yamoye AB)
Pater Neles Tebay, Ketua STFT Fajar Timur Abepura, Papua mengatakan, kasus-kasus kesehatan di atas ini memperlihatkan bahwa anak-anak Papua sangat rentan terhadap penyakit. Sehingga kematian dalam jumlah yang besar dapat saja terjadi pada orang Papua kapan saja di semua kabupaten di Provinsi Papua dan Papua Barat. Maka masalah kematian anak Papua tidak boleh dipandang remeh.
“Kita banyak kali memandang Pemerintah sebagai satu-satunya institusi yang bertanggungjawab atas urusan kesehatan di Tanah Papua. Tentunya, pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten, dapat mengambil langkah tertentu. Tetapi, melimpahkan semua urusan kesehatan hanya pada Pemerintah sama dengan melepaskan tanggungjawab dari pemangku kepentingan yang lain,” ujar Pater Neles Tebay kepada media ini, Selasa, (16/1/2017).
Selama ini, kekurangan dokter umum, dokter spesialis, mantri dan Puskesmas yang jauh dari penduduk Papua, Puskesmas yang tidak ada perawatnya, Puskesmas yang tidak tersedia obat-obat yang dibutuhkan rakyat, biaya transportasi yang mahal, terisolirnya kampung yang didiami orangh Papua, dan redahnya kesadaran oran Papua di kampung dalam hal hidup sehat, lingkungan kehidupannya yang kotor, dan lain-lain.
“Semua alasan ini yang selama ini dijadikan sebagai faktor-faktor penyebab bila terjadi kasus kesehatan yang besar yang menarik perhatian dari banyak pihak seperti masalah kesehatan sekarang di kabupaten Asmat. Orang Papua tidak boleh terus menerus mengulangi alasan-alasan ini. Orang Papua sudah harus pikir dan terlibat dalam upaya penanggulangan masalah kesehatan dan memajukan hidup sehat. Orang Papua mesti temukan solusi-solusi alternatif yang tepat-guna, sehingga tidak tergantung pada dokter, mantri/perawat, atau pihak-pihak lain. Orang Papua mesti memperlihatkan kemampuannya untuk memelihara kesehatannya sendiri, biarpun tidak ada dokter dan mantri,” tuturnya.
Anak-anak Papua (Foto: Yamoye AB)
Oleh sebab itu, lanjutnya, penanganan masalah kesehatan dan promosi hidup sehat di tanah Papua mesti dipandang sebagai tanggungjawab dari setiap dan semua pemangku kepentingan, termasuk orang Papua.
“Ada pemangku kepentingan lain selain pemerintah seperti perusahan-perusahan yang mengeksploitasi kekayaan alam Papua, ada lembaga keagamaan, lembaga gereja, lembaga adat, dan kelompok-kelompok seperti kelompok perempuan dan pemuda. Semua pemangku kepentingan ini dapat memberikan kontribusi yang khas dalam menangani masalah kesehatan dan mempromosikan hidup sehat di antara orang asli Papua. Bahkan setiap pribadi mesti bertanggungjawab atas perkembangan kesehatannya,” ungkapnya.
Menurutnya, mereka perlu dipertemukan secara bersama dalam pertemuan, dan dilibatkan dalam diskusi yang membahas tentang sektor kesehatan dan mencarikan secara bersama solusi-solusi yang dapat dilaksanakan.
“Dialog sektoral perlu dilaksanakan di setiap kabupaten. Dalam dialog sektoral ini, semua pemangku kepentingan yang berkompeten dan berpengalaman dalam urusan kesehatan diundang sebagai peserta dialog. Dialog tentang sektor kesehatan melibatkan pemertintah, pihak swasta, dan masyarakat,” katanya.
Ditambahkan, para pesertanya diundang bukan untuk saling menuduh, menuding, dan mempersalahkan satu sama lain, melainkan untuk secara bersama mengidentifkasi dan menganalisis masalah serta menerapkan solusi secara bersama.
"Dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, urusan kesehatan akan menjadi keprihatian dan tanggungjawab bersama dari semua pemangku kepentingan," pungkas Tebay.
Editor : Eben E. Siadari
Polusi Udara Parah, Pengadilan India Minta Pembatasan Kendar...
NEW DELHI, SATUHARAPAN.COM-Pengadilan tinggi India pada hari Jumat (22/11) memerintahkan pihak berwe...