Nilai Impor September Turun 8,78 Persen
Menurut Suhariyanto, berdasarkan data BPS bahwa neraca perdagangan tersebut merupakan surplus tertinggi selama 13 bulan terakhir.
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai impor Indonesia bulan September 2016 mencapai US$ 11,3 miliar atau menurun sebesar 8,78 persen dibanding ekspor bulan Agustus 2016 yang mencapai 12,34 miliar. Sementara dibanding dengan bulan September 2015 juga mengalami penurunan sebesar 2,26 persen.
“Sekarang kita masuk ke impor, nilai impor September pada tahun 2016 sebesar US$ 11,3 miliar. Kalau kita bandingkan dengan posisi Agustus 2016 ada penurunan impor nonmigas sebesar minus 9,77 persen dan juga ada penurunan nilai impor untuk Migas minus 2,97 persen. Jadi bisa kita lihat di sana bahwa persentase penurunan impor pada bulan September ini lebih tajam dari penurunan nilai ekspor yang tadi sudah disebutkan sebesar minus 1,84 persen,” kata Kepala BPS, Suhariyanto di kantor BPS, Gedung 3 lantai 1 Jl. dr. Sutomo No. 6-8 Jakarta, hari Senin (17/10).
“Impor September 2016 kalau kita bandingkan dengan nilai impor September 2015 terjadi penurunan sebesar minus 2,26 persen. Jadi sekarang bisa melihat nilai total ekspor dan nilai total impor sehingga nanti bisa dilihat bahwa terjadi surplus di sana,” dia menambahkan.
Menurut data BPS, impor nonmigas bulan September 2016 mencapai US$ 9,55 miliar atau turun sebesar 9,77 persen jika dibandingkan bulan Agustus 2016. Demikian pula apabila dibandingkan bulan September 2015 turun sebesar 0,95 persen.
Impor migas bulan September 2016 mencapai US$ 1,74 miliar atau turun sebesar 2,97 persen jika dibandingkan bulan Agustus 2016, demikian pula apabila dibandingkan bulan September 2015 turun sebesar 8,88 persen.
Secara kumulatif nilai impor Januari–September 2016 mencapai US$ 98,69 miliar atau turun sebesar 8,61 persen dibanding periode yang sama tahun 2015. Kumulatif nilai impor terdiri dari impor migas US$ 13,74 miliar atau turun sebesar 29,19 persen dan nonmigas US$ 84,95 miliar atau turun sebesar 4,10 persen.
Data BPS menyebutkan, peningkatan impor nonmigas terbesar bulan September 2016 adalah golongan serealia US$39,0 juta atau sebesar 19,17 persen, sedangkan penurunan terbesar adalah golongan mesin dan peralatan mekanik US$ 98,9 juta atau sebesar 5,17 persen.
Sementara tiga negara asal barang impor nonmigas terbesar Januari–September 2016 adalah Tiongkok dengan nilai US$ 21,99 miliar atau sebesar 25,88 persen, Jepang US$ 9,48 miliar atau sebesar 11,16 persen, dan Thailand US$ 6,64 miliar atau sebesar 7,81 persen. Sedangkan impor nonmigas dari ASEAN mencapai pangsa pasar sebesar 21,82 persen, sementara dari Uni Eropa sebesar 9,17 persen.
Untuk nilai impor golongan bahan baku/penolong dan barang modal selama Januari–September 2016 mengalami penurunan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya masing-masing sebesar 9,80 persen dan sebesar 12,66 persen. Sebaliknya impor golongan barang konsumsi meningkat sebesar 12,80 persen.
Kepala BPS, Suhariyanto (kiri) didampingi Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Sasmito Hadi Wibowo dalam konferensi pers di kantor BPS, Gedung 3 lantai 1 Jl. dr. Sutomo No. 6-8 Jakarta, hari Senin (17/10). (Foto: Melki Pangaribuan)
Neraca Perdagangan Surplus
Di hari yang sama, BPS jugamelaporkan nilai ekspor Indonesia bulan September 2016 mencapai US$ 12,51 miliar atau menurun sebesar -1,84 persen dibanding ekspor bulan Agustus 2016 yang mencapai US$ 12,63 miliar.
Kepala BPS mengatakan, bahwa dengan komposisi ekspor bulan September 2016 yang mencapai US$ 12,51 miliar dan impor bulan September 2016 mencapai US$ 11,30 miliar, maka neraca perdagangan Indonesia bulan September 2016 mengalami surplus US$ 1,22 miliar.
Menurut Suhariyanto, berdasarkan data BPS bahwa neraca perdagangan tersebut merupakan surplus tertinggi selama 13 bulan terakhir.
“Bisa dilihat bahwa ini merupakan surplus tertinggi selama 13 bulan terakhir. Jadi kalau kita lacak mulai dari September 2015 sampai sekarang ini surplus tertinggi selama 13 bulan terakhir,” kata dia.
Upah Buruh Naik
Dalam kesempatan itu, BPS juga melaporkan perkembangan upah nominal harian buruh tani nasional bulan September 2016 yang naik sebesar 0,24 persen dibanding upah buruh tani bulan Agustus 2016, yaitu dari Rp 48.120,00 menjadi Rp 48.235,00 per hari. Sementara upah riil mengalami penurunan sebesar 0,08 persen.
“Artinya secara nominal, upah buruh tani dari bulan Agustus ke September naik sebesar 0,24 persen,” katanya.
“Jadi kenaikan 0,24 persen dibagi inflasi perdesaan, upah riilnya tipis sekali, hanya turun 0,08 persen. Kalau dibulatkan sebenarnya stagnan,” dia menambahkan.
Selain itu, upah nominal harian buruh bangunan (tukang bukan mandor) pada September 2016 naik 0,16 persen dibanding upah Agustus 2016, yaitu dari Rp 82.348,00 menjadi Rp 82.480,00 per hari. Sementara upah riil mengalami penurunan sebesar 0,06 persen.
“Situasinya sama, selama bulan Agustus 2016 ke September 2016, upah buruh bangunan naik. Berarti upah nominalnya naik 0,16 persen,” katanya.
“Sementara kalau kita lihat upah riilnya, artinya upah nominalnya dibagi dengan nilai inflasi yang kemarin sudah dirilis bulan lalu sebesar 0,22 persen, upah riilnya mengalami penurunannya tipis atau kalau mau dibulatkan stagnan, artinya daya beli buruh bangunan turun tipis sekali,” dia menegaskan.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...