Nilai Mata Uang Irak dan Lebanon Jatuh, Warga Gelar Protes
BAGHDAD, SATUHARAPAN.COM - Ratusan orang berunjuk rasa pada hari Rabu (25/1) di dekat Bank Sentral di ibu kota Irak, Bagdad. Mereka marah dengan devaluasi dinar Irak baru-baru ini dan menuntut pemerintah mengambil tindakan untuk menstabilkan mata uang.
Para pengunjuk rasa - terutama kaum muda - berunjuk rasa di tengah kehadiran keamanan yang ketat, dengan banyak yang membawa bendera Irak dan spanduk dengan slogan, salah satunya berbunyi: "Para politisi adalah orang-orang yang menutupi korupsi keuangan untuk bank."
Perdana Menteri Irak, Mohammed Shia al-Sudani, pada hari Senin menerima pengunduran diri gubernur Bank Sentral negara itu, Mustafa Ghaleb Mukheef, menyusul kejatuhan dinar Irak selama sepekan. Mukheef yang menjabat sejak 2020 digantikan oleh Muhsen al-Allaq sebagai penjabat gubernur.
Dinar mencapai posisi terendah baru pada hari Jumat lalu, mencapai sekitar 1.670 terhadap dolar. Mata uang telah kehilangan hampir tujuh persen dari nilainya sejak pertengahan November. Tarif resmi berada pada angka 1.470 dinar untuk US$1.
Pada hari Rabu, nilai tukar jalanan sekitar 1.610 terhadap dolar.
Beberapa politisi di Irak menyalahkan penurunan tersebut pada langkah-langkah baru-baru ini oleh Departemen Keuangan Amerika Serikat.
AS memiliki kendali signifikan atas pasokan dolar Irak karena cadangan devisa Irak disimpan di Federal Reserve AS. Akhir tahun lalu, Federal Reserve mulai menerapkan tindakan yang lebih ketat pada transaksi, yang telah memperlambat aliran dolar ke Irak, termasuk memasukkan sejumlah bank dari pasar dolar ke dalam daftar hitam atas dugaan pencucian uang.
Protes di Lebanon
Di ibu kota Lebanon, Beirut, puluhan orang memprotes di depan Bank Sentral, mencela penurunan pound Lebanon, yang dimulai pada 2019. Nilai pound mencapai level terendah baru hari Kamis lalu, diperdagangkan pada 50.000 per US dolar, seiring penurunan mata uang negara itu.
Sementara itu, parlemen Lebanon yang terpecah belah gagal memilih presiden untuk kesebelas kalinya.
Hingga 2019, mata uang Lebanon ditetapkan terhadap dolar pada tingkat 1.500 pound terhadap dolar. Ini tetap kurs resmi, tetapi dalam praktiknya, hampir semua transaksi dilakukan dengan kurs pasar gelap.
Sementara itu, lima negara Eropa sedang menyelidiki gubernur bank sentral Lebanon, Riad Salameh—yang tetap menjabat—atas tuduhan pencucian uang publik di Eropa.
Swiss pertama kali membuka penyelidikan dua tahun lalu, diikuti oleh Prancis, Jerman, Luksemburg, dan Liechtenstein. (AP)
Editor : Sabar Subekti
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...