NPC DKI Jakarta Minim Atlet Akibatnya Minim Kompetisi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – National Paralympic Committee (NPC) Provinsi DKI Jakarta sulit untuk menyelenggarakan kegiatan yang rutin dan berkala, karena jumlah atlet difabel sangat minim di setiap cabang.
“Kita nggak mungkin di Jakarta, kita sangat minim atlet atau peminat dari penyandang disabilitas yang ingin menyalurkan ke olahraga,” kata Welly Ferdinandus kepada satuharapan.com dalam perbincangan santai dengan satuharapan.com, Jumat (7/8) sore di Stadion Atletik Gelora Rawamangun, Jakarta.
Welly mengatakan bahwa unsur materi atau uang menjadi salah satu alasan ketertarikan penyandang disabilitas beralih menjadi atlet difabel seperti yang diharapkan NPC DKI Jakarta.
“Karena salah satu alasannya adalah orang hidup di Jakarta sudah agak komersial. Karena saya pernah bersama beberapa petugas Dinas Sosial dan NPC DKI Jakarta melakukan studi di jalan raya dan juga di berbagai panti sosial untuk merekrut atlet ternyata mereka semua tertarik untuk berolah raga apabila ada materi,” kata Welly.
Welly membandingkan dengan dia melakukan studi perbandingan alasan penyandang disabilitas tertarik menjadi atlet difabel di daerah luar Jakarta motifnya berbeda.
“Kalau di daerah lain itu memang orang tuanya sukarela mendaftarkan anaknya ke NPC tanpa peduli dapat bayarannya berapa,” kata Welly.
Welly mengatakan masalah itu tetap terjadi selama bertahun-tahun. “Karena kalau dilihat kami ini kan sebenarnya juga pahlawan bangsa, karena kami bisa mengibarkan bendera merah putih di ajang internasional seperti Susi Susanti,” kata dia.
Menurut wikipedia.org, salah satu atlet tenis meja paralimpiade yang pernah mengharumkan nama Indonesia antara lain Dian David Michael Jacobs.
Jacobs mulai bermain dalam turnamen para tenis meja pada akhir tahun 2009 dan menjadi anggota Komite Paralimpiade Nasional pada 2010. Ia bertanding pada tingkat difabel pada level Class 10, yang merupakan level fungsional tertinggi pada sistem tersebut. David Jacobs biasanya berlatih dengan olahragawan yang memiliki fungsi badan penuh. Jacobs memiliki masalah fungsional pada salah satu tangannya.
Pada Asian Para Games tahun 2010 di Guangzhou, China, Jacobs memenangkan medali perunggu. Sebelum kompetisi ia hanya memiliki satu bulan untuk berlatih. Jacobs berkompetisi pada beberapa turnamen internasional, memenangkan medali emas di Thailand, perak di Beijing,
Welly memberi contoh betapa pemerintah masih bersikap pilih kasih terhadap atlet difabel yakni dengan bonus yang berbeda-beda dan nominalnya yang terbilang jauh. Contoh lain, kata Welly, saat NPC DKI Jakarta meminta bantuan tentang satu atau dua unit kursi roda yang terkategorikan untuk pebalap difabel profesional skala internasional.
“Waktu saya bilang ke mereka (KONI Pusat) kok ada kursi roda sampai 50 juta lebih mereka kaget, itu seperti apa kursinya. Akhirnya memang dikasih tetapi lama sekali,” kata dia.
“Pemerintah saat ini sudah mulai memperhatikan tetapi terkadang terlalu kecil kalau jatah di daerah. Intinya adalah adanya perbedaan atau diskriminasi dalam hadiah,” dia menambahkan.
Welly menyebut bahwa nantinya pada Peparnas 2016 seluruh atlet difabel dari berbagai cabang olah raga harus bersatu padu, karena nantinya mereka akan membawa kebanggaan nama daerah bukannya organisasi.
Saat ini ada beberapa organisasi yang mengurusi atlet difabel selain National Paralympic Committee ada juga Porturin (Perhimpunan Olah Raga Tuna Rungu Indonesia), SOIna (Special Olympics Indonesia–organisasi untuk atlet tuna grahita Indonesia).
Ikuti berita kami di Facebook
Editor : Eben E. Siadari
Ratusan Tentara Korea Utara Tewas dan Terluka dalam Pertempu...
WASHINGTON DC, SATUHARAPAN.COM-Ratusan tentara Korea Utara yang bertempur bersama pasukan Rusia mela...