Nusron: Ahok Adalah Pemimpin Tanpa Pamrih
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Ketua Pemenangan Pemilu DPP Partai Golkar Nusron Wahid menilai Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama (Ahok) adalah tipikal pemimpin tanpa pamrih.
Menurut dia, saat menanggapi kebijakan relokasi pemukiman Bukit Duri oleh Gubernur Ahok di Jakarta, Kamis, kepemimpinan Ahok tidak berdasarkan keinginan pribadi, namun pada kebutuhan perbaikan untuk ke depannya.
"Ahok terbukti seorang gubernur yang tanpa pamrih. Buktinya, dia berbuat berdasarkan kebutuhan kekinian. Bukan keinginan. Dia memikirakan kondisi makro dan jangka panjang Jakarta, tanpa pernah berpikir tentang popularitas dan elektabilitas dirinya, menjelang Pilkada," katanya.
Menurut Nusron, jika seorang pemimpin mengedepankan sikap jaga citra (jaim) maka setiap hendak melakukan sesuatu selalu melihat faktor populis. Dia mencontohkan, seorang pemimpin jaim menjelang pemilihan untuk menaikkan harga BBM saja tidak berani.
Padahal itu kebutuhan fiskal untuk menyehatkan ekonomi, tetapi nyatanya rata-rata pejabat takut dengan kebijakan yang tidak populis meski itu merupakan kebutuhan.
"Tapi Ahok memang lain. Kalau memang benar dan `on the track`, dia lakukan. Tidak peduli dengan politisasi lawan politiknya," ujarnya.
Nusron mengatakan, setiap tokoh atau pemimpin memang mempunyai gaya masing-masing. Ada yang seminaris, fashionis (penampilan), dan ada juga yang action. Ahok ini, kata Nusron, masuk kategori yang action untuk mengejar `legacy`.
"Setiap pemimpin ada masa dan gayanya. Sebaliknya setiap masa ada pemimpinnya. Saya yakin model kepemimpinan aksi nyata yang dilakukan oleh Ahok inilah yang dibutuhkan masyarakat Jakarta saat ini. Untuk menyelesaikan masalah akut yang kompleks di Jakarta ini, butuh kepemimpinan yang tepat (proper), terbukti (proven) dan disampaikan (delivered), seperti yang sudah dilakukan Ahok," ujarnya.
Menyelesaikan masalah Jakarta, lanjut Nusron, tidak dibutuhkan sekedar jargon indah dan susunan mutiara kata yang filosofis. Apalagi dengan penampilan yang sekedar ganteng.
"Jakarta ya butuh kerja nyata, meski tidak populer. Daripada sok populis tapi tidak disampaikan dan masalah tidak teratasi," tegasnya
Jadi, menurut Nusron, upaya berbagai relokasi kampung kumuh di tanah milik publik, seperti Kalijodo, Luar Batang, Rawajati, Kampung Pulo dan Bukit Duri, merupakan langkah solutif yang harus dilakukan demi menyelamatkan rakyat yang lebih luas.
Atas upaya itu, kata dia, seharusnya semua pihak justru wajib membantu memberikan pengertian kepada warga yang tinggal di tanah negara yang tidak seharusnya dijadikan pemukiman karena apa yang mereka lakukan selama ini, dapat menciptakan banjir.
"Kalau banjir ya kita semua yang repot. Ini yang harus disadarkan. Bukan malah dijadikan komoditi politik," ujarnya. (Ant)
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...