Nyanyian tentang Kebun Anggur
Kuncinya bukan pada kemampuan, melainkan kemauan.
SATUHARAPAN.COM – ”Apatah lagi yang harus diperbuat untuk kebun anggur-Ku itu, yang belum Kuperbuat kepadanya? Aku menanti supaya dihasilkannya buah anggur yang baik, tetapi yang dihasilkannya hanya buah anggur yang asam” (Yes. 5:4). Demikianlah tanya pemilik kebun anggur itu. Ada rasa kecewa sekaligus bingung. Meski telah dirawat, mengerahkan banyak tenaga, juga pikiran, toh hasilnya anggur asam belaka.
Pertanyaan itu juga menyiratkan tuntutan terhadap kebun anggur itu. Sang Pemilik seakan meminta pertanggungan jawab dari kebun anggurnya. Pertanyaannya bernada retorik, tak perlu jawaban. Namun, kalaupun harus dijawab, maka jawabannya: tidak ada lagi yang harus diperbuat.
Lahan Subur, Bibit Pilihan
Mengapa? Perhatikan syair sebelumnya. Penulis Kitab Yesaya mencatat, kebun itu terletak di lereng bukit subur. Sang Pemilik tak perlu lagi memberi pupuk karena unsur hara—zat yang dibutuhkan tanaman—tersedia melimpah. Tak ada alasan baginya untuk khawatir, kalau-kalau kebun anggurnya merana. Sebab, lahannya memang subur.
Tak hanya itu, dengan telaten Sang Pemilik mencangkul lahan tersebut. Selain memasukkan udara ke dalam tanah, pencangkulan bertujuan menggemburkan tanah. Penggemburan akan memudahkan rambut-rambut akar menghisap air dan hara (zat yang dibutuhkan tanaman) dari dalam tanah. Batu-batu pun harus dibuang agar sistem perakaran dapat tumbuh baik.
Bibitnya pun bibit pilihan. Bukan bibit biasa. Bibitnya pokok anggur pilihan. Dan bibit unggul merupakan faktor penentu keberhasilan usaha tani. Sesubur apa pun tanahnya, jika bibitnya biasa, tentulah buahnya pun, meski melimpah, ya biasa pula. Mustahil mengharapkan hasil baik dari bibit buruk.
Menanam bibit unggul berarti juga menanam sebuah harapan besar. Berarti pula mengharapkan panen yang memuaskan. Jelaslah, dua faktor yang menentukan keberhasilan usaha tani telah diusahakan maksimal, yaitu: faktor lingkungan dan faktor genetika.
Tidak mengherankan, jika Sang Pemilik kebun langsung menggali lubang tempat memeras anggur. Sekali lagi, ini menggambarkan keyakinan besar Sang Pemilik. Keyakinan, yang bukan sembarang keyakinan, namun berdasarkan perhitungan logis. Perhitungan matematis di atas kertas menunjukkan, dia akan memetik buah dengan kualitas terbaik. Tetapi, hasilnya sungguh mengecewakan!
Vonis
Akibatnya, Sang Pemilik mencanangkan penghancuran kebun anggurnya. Mungkin kita mengganggapnya kejam. Tetapi, itulah tindakan paling rasional. Sebab tidak ada lagi yang dapat diharapkan dari kebun tersebut. Jika kebun itu tidak menghasilkan buah setelah waktu cukup lama, mungkin masih dapat dilakukan beberapa tindakan, sehingga menghasilkan buah pada akhirnya. Akan tetapi, kebun ini hanya menghasilkan anggur asam. Artinya, hingga selama-lamanya kebun itu akan menghasilkan buah asam. Buah anggur asam tidak ada gunanya dalam industri anggur. Dan mustahil memperbaiki mutu buah anggur tersebut.
Menarik disimak, secara genetis kebun itu seharusnya menghasilkan anggur manis. Belum lagi jika kita ingat betapa subur lahannya. Menurut Clements, buah anggur asam itu tidak disebabkan kesalahan genetis, juga bukan karena kelalaian Sang Pemilik, tetapi karena pokok anggur itu ingin menghasilkan buah asam.
Sejatinya, kebun itu mampu menghasilkan buah berkualitas baik. Namun, kebun itu hanya menghasilkan buah berkualitas rendah. Dan hukuman terhadap kebun itu logis. Itu jugalah yang biasa dilakukan para petani di Israel pada waktu itu. Sebab, terus memelihara kebun anggur yang hanya menghasilkan buah asam hanya merupakan pemborosan.
Gambaran Umat Israel
Kebun anggur itu menggambarkan kondisi umat Allah pada abad ke-8 sM. Ketika Yesaya tampil pada th. 740 sM kerajaan Israel di bagian Utara masih ada. Bahkan kerajaan itu mengalami masa kemakmuran dan kejahteraan. Namun, kemakmuran itu disertai kemorosotan akhlak: ketidakadilan dan pemerasan dari pihak kalangan atas terhadap rakyat kecil merajalela.
Di mata Allah, Israel telah gagal mendemonstrasikan iman mereka. Umat yang telah dimerdekakan Allah itu lebih suka hidup semaunya sendiri. Mereka telah salah menggunakan kemerdekaan mereka. Mereka lupa, kemerdekaan adalah hak dengan sejuta kewajiban. Dan karena itulah Tuhan mencanangkan hukuman bagi umat-Nya!
Jika kita perhatikan kembali kebun tadi, sebenarnya kebun itu mampu menghasilkan buah manis. Namun, agaknya dia tidak mau memberikan buah seturut potensi yang ada dalam dirinya. Hal ini juga tampak dalam diri banyak orang yang tidak memberikan buah yang baik. Sekali lagi, bukan karena ketidakmampuan, tetapi lebih disebabkan karena ketidakmauan. Kuncinya ada pada kemauan.
Dan buah yang baik itu ialah mengusahakan keadilan dan kebenaran!
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...