Obama dan Castro Bertengkar dalam Siaran Langsung TV Negara
HAVANA, SATUHARAPAN.COM - Presiden AS, Barack Obama, mendorong Kuba untuk meningkatkan hak asasi manusia selama kunjungan bersejarah ke negara Komunis itu pada hari Senin (21/3). Dia juga di depan publik mendebat Presiden Kuba, Raul Castro, yang menyiratkan kemarahan dan menuduh balik AS memberlakukan "standar ganda".
Obama memuji Castro yang secara terbuka mendiskusikan perbedaan pendapat di antara mereka. Tetapi Obama mengatakan hubungan kedua negara hanya akan "berbunga penuh" bila kemajuan dalam masalah hak asasi manusia terjadi.
"Dengan tidak adanya itu, saya pikir itu akan terus menjadi iritasi yang sangat kuat," kata Obama dalam konferensi pers bersama dengan Castro, yang dimulai dengan lelucon tapi kemudian dilanda ketegang di berkali- kali.
Sementara itu Obama mengatakan, "Amerika percaya pada demokrasi. Kami percaya bahwa kebebasan berbicara dan kebebasan berkumpul dan kebebasan beragama tidak hanya nilai-nilai Amerika tetapi nilai-nilai universal."
Perbincangan kedua kepala negara disiarkan langsung oleh televisi negara Kuba dari Istana Revolusi Kuba, dalam ruang yang dihiasi oleh bendera AS dan bendera Kuba.
Castro membantah Obama dengan mengatakan tidak ada satu negara di dunia yang dapat memenuhi semua hak-hak internasional. Ia menunjukkan ketidak nyamanan ketika ia membuat langkah yang langka, yaitu meminta wartawan mengajukan pertanyaan.
Obama, presiden AS pertama yang mengunjungi Kuba dalam 88 tahun terakhir, pada tahun 2014 setuju untuk memperbaiki hubungan dengan mantan musuh Perang Dingin AS itu. Tetapi ia berada di bawah tekanan di dalam negeri agar mendorong pemerintah Castro untuk memungkinkan perbedaan pendapat politik dan untuk lebih membuka perekonomian mereka yang bergaya Soviet.
Ia mengatakan kedua pihak akan mengadakan pembicaraan tentang hak asasi manusia di Havana akhir tahun ini.
Para pengeritik Obama mengatakan AS telah memberikan terlalu banyak karena keinginan meningkatkan hubungan, dengan imbalan yang terlalu sedikit dari Castro, meskipun kandidat Partai Republik untuk calon presiden, Donald Trump, mengatakan Senin ia kemungkinan akan terus menormalkan hubungan dengan Kuba jika terpilih.
Raul Castro, seorang jenderal militer yang menjadi presiden ketika kakaknya, Fidel Castro, sakit dan pensiun pada tahun 2008, belum pernah menjawab pertanyaan dari wartawan asing di televisi Kuba secara langsun. Ia dengan jelas menunjukkan kekesalan ketika ditanya tentang tahanan politik di Kuba. Ia bahkan menuntut wartawan membuat daftar orang-orang di penjara.
"Katakan sekarang. Tahanan politik apa? Beri saya satu nama, atau nama-namanya," kata Castro. "Dan jika tahanan politik itu ada, mereka akan bebas sebelum malam tiba."
Kuba mengatakan negara itu tidak memiliki tahanan politik dan bahwa puluhan orang yang ada dalam daftar yang dibuat kelompok pembangkang, adalah pelaku kriminal biasa.
Castro mengatakan Kuba memiliki catatan yang kuat dalam hak asasi manusia seperti kesehatan, akses pendidikan dan kesetaraan perempuan. Raul Castro justru mengeritik Amerika Serikat atas rasisme, kekerasan polisi dan penggunaan penyiksaan di pangkalan angkatan laut Teluk Guantanamo di Kuba.
Ben Rhodes, seorang pembantu senior Obama, bersikeras bahwa Kuba memiliki tahanan politik dan mengatakan pemerintah AS telah berbagi daftar mereka dengan Kuba. Dia mengatakan Kuba telah bergeser dari penjara jangka panjang untuk penahanan jangka pendek dari lawan politik.
Kemudian di malam hari, Castro duduk di antara Obama dan First Lady Michelle Obama untuk makan malam dengan sup dan daging babi.
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...