Obituari: Pdt Sularso Sopater: Sosok Pendeta Yang Kebapakan
JAKARTA,SATUHARAPAN.COM-Gerakan oikoumene di Indonesia dan dunia, kembali berduka atas berpulangnya Pdt. Em. Prof. Sularso Sopater, DTh, dalam usia 86 tahun, pada Jumat, (26/6/2020)
Almarhum meninggal pada pukul 18:46 WIB, di Rumah Sakit PGI Cikini, Jakarta, karena gagal ginjal dan gangguan jantung. Sebelumnya, almarhum dirawat lebih dari satu pekan.
Pak Larso, panggilan akrabnya, dan sebagian kalangan pendeta di lingkungan GKJ (Gereja Kristen Jawa) juga menyebutnya Mbah Larso karena sinioritasnya, lahir di Yogyakarta pada 9 Mei 1934. Dia meraih gelar Master Teologi di Grand Rapids Michigan USA tahun 1975, lalu mengajar dogmatika di STT Jakarta sejak tahun 1978. Gelar doktor teologi diperoleh dari Sekolah Tinggi Teologi Jakarta.
Pelayanannya di luar lingkungan gereja, adalah sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden pada periode 1993-2003, dan anggota MPR RI pada tahun 1987.
Pelayanan Sularso Sopater di Gereja diawali sebagai pendeta di Gereja Kristen Jawa. Dia ditahbiskan sebagai pendeta di GKJ Gondokusuman, Yogyakarta pada Maret 1960 di usia 26 tahun. Kemudian dia pernah menjadi Ketua Umum Sinode GKJ, dan terakhir sebagai Ketua Umum PGI selama 3 periode (1987-1989, 1989-1994, dan 1994-1999).
Pak Larso juga aktif di banyak bidang dan pernah menjabat sebagai anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional, Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional. Dia pada tahun 1994 menerima penghargaan Satyalancana Pembangunan, dan pada 13 Agustus 1999 menerima Bintang Mahaputera Utama dari Presiden BJ Habibie.
Meneruskan Pelayanan Ayahnya
Dalam buku berjudul “Jejak Langkah dan Makna Hidup Pendeta, Memoar Sularso Sopater: Kukuh Menempuh Jalan Ibu”, dipaparkan bahwa figur Sularso Sopater telah menorehkan tinta sejarahnya ketika ia mengikuti jejak mendiang ayahnya, Ponidi Sopater, menjadi pendeta di Gereja Kristen Jawa (GKJ) Gondokusuman, Yogyakarta.
Ponidi Sopater adalah pendeta orang pribumi Jawa pertama di kalangan GKJ yang ditahbiskan pada tahun 1926. Dia sendiri mengakui proses menjadi pendeta bukan sebuah kebetulan, melainkan sebagai bagian dari sejarah yang sudah ditentukan oleh Tuhan.
Perjalanan Sularso Sopater menjadi gembala, pelayan umat Kristiani, adalah ketentuan-Nya. Ibunya, R Ngt Soekinah sebagai perantara-Nya. Ibunyalah yang mengarahkan jalan hidup Sularso, putra bungsu dari tujuh bersaudara, agar melanjutkan kependetaan Ponidi. Lalu, sebagai anak yang berbakti kepada orangtua, Sularso mengesampingkan cita-citanya semula untuk menjadi insinyur pertanian.
Pak Larso, yang diusia lanjut masih aktif, termasuk mengajar, bahkan juga memimpin STT Cipans. Dia meskipun mengalami kesulitan dalam mobilitas, masih menghadiri sidang di GKJ Klasis Jakarta Bagian Barat atau Bagian Timur, termasuk menghadiri acara penahbisan pendeta baru. Dia dikenal sebagai sosok kebapakan yang akrab dan menyapa banyak orang. Selamat jalan Pak (Mbah) Larso!
Editor : Sabar Subekti
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...