OJK: Inklusi Pasar Modal Indonesia Baru Capai 4,4 Persen
PONTIANAK, SATUHARAPAN.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kalbar menyebutkan berdasar data survei, literasi masyarakat terhadap pasar modal di Indonesia saat ini baru mencapai 4,4 persen.
“Literasi atau pemahaman masyarakat masih perlu ditingkatkan mengingat saat ini masih rendah. Hal ini menjadi perhatian kita termasuk dari Bursa Efek Indonesia, Sekuritas dan Emiten,” ujar Kapala Bagian Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan OJK Kalbar, Budi Rahman saat kegiatan Investival Syariah di Pontianak, Rabu (16/10).
Meski literasi pasar modal secara umum masih rendah, namun tren pertumbuhan pasar modal khususnya terhadap produk syariah kian signifikan.
Ia mencontohkan dari sisi total aset pasar modal syariah, pertumbuhannya lebih tinggi dari sektor perbankan.
“Data terbaru dari total aset keuangan syariah pasar modal syariah memiliki andil 56,2 persen. Andil tersebut bahkan mengalahkan perbankan syariah yang hanya 36 persen,” katanya.
Terkait tingkat inklusi di Kalbar sendiri secara umum, kata dia, berada di 29,66 persen. Angka tersebut berada di bawah nasional yang sebesar 35, 55 persen persen.
“Sedangkan untuk tingkat inklusi di Kalbar terhadap produk keuangan yakni sebesar 67,82 persen atau di atas inklusi nasional yang hanya 65,45 persen. Untuk data tingkat literasi dan inklusi 2019 atau terbaru kita masih menunggu,” kata dia.
Pihaknya optimistis dari tingkat literasi dan inklusi baik di nasional maupun di Kalbar akan meningkat dari data yang sudah ada.
“Kita bersama pihak terkait terus mendorong agar literasi dan inklusi keuangan di Kalbar lebih tinggi dan maksimal sehingga berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat,” kata dia.
Terkait Investival Syariah yang digelar Bursa Efek Indonesi (BEI) Perwakilan Kalbar yang didukung pihaknya, Universitas Muhammdiyah Pontianak serta sejumlah pihak lainnya tentu menjadi bagian dari untuk terus menyosialisasikan dan edukasi tentang pasar modal.
“Kegiatan seperti ini yang bisa mendorong literasi dan inklusi industri keuangan yang ada di Kalbar. Kita sangat mendukung dan apresiasi. Memang setiap Oktober ini atau bulan inklusi ini pelaku industri keuangan gencar sosialisasi dan edukasi,” jelas dia.
Target Inklusi Keuangan 75 Persen Sudah Tercapai
OJK mengklaim target tingkat inklusi keuangan Indonesia sebesar 75 persen dari jumlah populasi masyarakat Indonesia sudah tercapai pada September 2019.
Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Tirta Segara di konferensi pers Financial Expo atau Finexpo dan Sundown Run 2019 Jakarta, Selasa (15/10), mengatakan saat ini OJK sedang memfinalisasi hasil survei inklusi keuangan dan literasi keuangan yang telah dilakukan. Lembaga pengatur dan pengawas industri jasa keuangan tersebut mensurvei tingkat inklusi dan literasi keuangan Indonesia setiap tiga tahun sekali.
"Sampai September 2019, Alhamdullilah sudah melewati target 75 persen. Begitu juga dengan target tingkat literasi keuangan yang sebesar 35 persen, Insya Allah tercapai," ujar dia.
Adapun pemerintah, Bank Indonesia dan OJK menetapkan target tingkat inklusi keuangan sebesar 75 persen pada akhir 2019 sesuai Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI).
Tirta tak menampik peningkatan tingkat inklusi keuangan ditopang oleh melesatnya penetrasi ekonomi digital seperti maraknya penggunaan uang elektronik dan kegiatan belanja daring (e-commerce). Namun, Tirta belum bisa menjabarkan secara rinci komposisi penyokong pertumbuhan tingkat inklusi keuangan.
"Tentunya produk-produk baru di sistem pembayaran dan transaksi mendorong inklusi keuangan. Nanti akan dijelaskan secara rinci setelah surveinya selesai," ujar dia.
Selain tingkat inklusi keuangan, Tirta juga menyebutkan target untuk mencapai tingkat literasi keuangan sebesar 35 persen sudah tercapai pada tahun ini.
Hasil lengkap dari survei inklusi keuangan tersebut, kata Tirta, akan diumumkan OJK dalam waktu dekat.
Terdapat perbedaan antara inklusi keuangan dan literasi keuangan. Jika inklusi keuangan hanya menjadi parameter untuk mengukur jumlah orang yang menjadi nasabah atau menggunakan produk dan jasa keuangan di Indonesia, tingkat literasi juga mengukur kecakapan dan kemampuan nasabah dalam memahami produk dan jasa keuangan.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko mengatakan peningkatan inklusi keuangan sangat penting bagi Indonesia karena menjadi instrumen untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas ekonomi.
Inklusi keuangan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi karena akan meningkatkan jumlah tabungan di bank yang dapat digunakan sebagai bagian intermediasi ekonomi atau investasi pembangunan. Selain itu dengan inklusi keuangan, pemerataan manfaat ekonomi akan lebih mudah terlaksana. (Ant)
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...