OJK Keluarkan 35 Kebijakan Dorong Pertumbuhan Ekonomi
SURABAYA, SATUHARAPAN.COM – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan 35 kebijakan baru guna mendorong pertumbuhan perekonomian nasional dengan menerbitkan dan menyesuaikan sejumlah peraturan di bidang perbankan, pasar modal, dan industri keuangan non-bank (IKNB).
"Kebijakan ini dikeluarkan agar industri keuangan sebagai lokomotif bisa menarik rangkaian gerbong perekonomian nasional. Khususnya, agar (perekonomian) dapat berjalan lebih cepat dan stabil guna meningkatkan kesejahteraan rakyat," kata Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad, melalui siaran pers di Surabaya, Jumat (24/7).
Ia menyatakan, puluhan kebijakan itu terdiri atas 12 kebijakan di sektor perbankan dan 15 kebijakan di sektor pasar modal. Selain itu, termasuk empat kebijakan di sektor Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) dan empat kebijakan di bidang edukasi dan perlindungan konsumen.
"Namun, beberapa kebijakan ini bersifat temporer selama dua tahun dengan melihat perkembangan kondisi perekonomian mendatang," ujar dia.
Di sektor perbankan, OJK telah menyusun kebijakan tagihan. Selain itu, kredit yang dijamin oleh Pemerintah Pusat dikenakan bobot risiko sebesar nol persen dalam perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk risiko kredit.
Kemudian, kebijakan tentang bobot risiko untuk Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) ditetapkan sebesar 75 persen dalam perhitungan ATMR untuk risiko kredit.
"Ada pula kebijakan penerapan penilaian Prospek Usaha sebagai salah satu persyaratan restrukturisasi kredit tanpa mempertimbangkan kondisi pasar maupun industri dari sektor usaha debitur, bahkan pelaksanaan restrukturisasi kredit sebelum terjadinya penurunan kualitas kredit," kata dia menjelaskan.
Selain itu, Muliaman menambahkan, kebijakan penurunan bobot risiko kredit agunan rumah tinggal non-program pemerintah ditetapkan sebesar 35 persen, tanpa mempertimbangkan nilai loan to value (LTV) dalam perhitungan ATMR untuk risiko kredit.
Lalu, penurunan bobot risiko KPR Rumah Sehat Sejahtera (RSS) dalam rangka program Pemerintah Pusat Republik ditetapkan sebesar 20 persen, tanpa mempertimbangkan nilai LTV dalam perhitungan ATMR untuk risiko kredit.
"Penurunan bobot risiko Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dijamin oleh Jamkrida dapat dikenakan bobot risiko sebesar 50 persen. Lalu, penilaian kualitas kredit kepada satu debitur atau satu proyek hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga dinaikkan dari paling tinggi Rp1 miliar menjadi paling tinggi Rp5 miliar hanya didasarkan atas ketepatan pembayaran pokok dan atau/ bunga," kata dia menuturkan.
Sementara, ia menjelaskan, di sektor pasar modal, berlaku kebijakan pengembangan infrastruktur pasar repurchase agreement (REPO), mencakup pengaturan, pengembangan produk, dan layanan settlement transaksi REPO yang dilengkapi monitoring dan konsep 3rd party REPO.
Lalu, pengembangan sektor usaha kecil dan menengah (UKM) supaya Go Public mencakup penyusunan ketentuan untuk pengembangan UKM, serta Pembuatan papan khusus untuk UKM.
"Kebijakan tentang penilaian kualitas kredit kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan jumlah lebih dari Rp5 miliar. Hal ini dikaitkan dengan penilaian peringkat Kualitas Penerapan Manajemen Risiko (KPMR) dan Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan bank," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK.(Ant)
Editor : Eben E. Siadari
Bangladesh Minta Interpol Bantu Tangkap Mantan PM Sheikh Has...
DHAKA, SATUHARAPAN.COM-Sebuah pengadilan khusus di Bangladesh pada hari Selasa (12/11) meminta organ...