OJK Luncurkan LKM untuk Jangkau Kaum Marjinal
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat tidak bisa lepas dari peran serta lembaga keuangan dalam memperlancar transaksi keuangan. Mulai dari penerimaan gaji, pembiayaan, belanja online hingga pengajuan kredit harus dilakukan melalui lembaga keuangan seperti bank atau koperasi.
Hingga saat ini, Otoritas Jasa Keuangan mencatat ada 118 bank di Indonesia termasuk bank daerah, 1644 Bank Perkreditan Rakyat (BPR), 160 BPR Syariah, 1071 Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank dan 637.838 Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia dijuluki sebagai “The Biggest Micro Finance In The World”.
Sementara itu perkembangan di sektor jasa keuangan yang cepat ditandai antara lain oleh semakin banyaknya korporasi yang besar terutama dominasi konglomerasi keuangan. Namun sayangnya dari ratusan ribu lembaga keuangan yang ada di Indonesia tersebut belum mampu menyentuh kaum masyarakat berpendapatan kecil termasuk kelompok marjinal.
Oleh karena itu, OJK sebagai lembaga resmi yang mengatur, mengawasi dan melindungi industri keuangan di Indonesia telah meluncurkan LKM. LKM ini diharapkan dapat menyentuh kaum marjinal yang ada di desa hingga kota melalui program simpan pinjam dalam skala kecil dan mikro.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Rahmat Waluyanto, mengatakan LKM, yang dikembangkan berdasarkan UU No 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, merupakan komitmen keberpihakan negara kepada masyarakat luas, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah agar dapat turut berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi produktif.
“Karena sekarang fenomena yang berkembang adalah financial conglomerates atau konglomerasi keuangan. Jadi misalnya ada perusahaan jasa keuangan atau bank besar itu dia membentuk konglomerasi mempunyai anak-anak perusahaan di bidang perbankan, pasar modal, asuransi,” kata dia dalam suatu diskusi di Sekolah Tinggi Teologi Jakarta (STTJ), hari Rabu (9/12).
Bahkan, lanjut dia, sekarang sudah ada 50 financial conglomerates di Indonesia dan 17 di antaranya sudah sangat besar. Menurutnya, fenomena ini tidak baik karena mereka mengabaikan warga yang memiliki penghasilan yang sangat rendah untuk berpartisipasi dalam kegiatan perbankan dan ini tidak sejalan dengan pemerintah yang ingin semua rakyatnya hidup sejahtera.
“Akhirnya pemerintah harus memberikan solusi yaitu financial inclusion di mana memberikan akses keuangan kepada masyarakat yang berpenghasilan rendah, yang sering juga disebut kaum marjinal. OJK dan BI sudah sepakat untuk menjadikan financial inclusion untuk kita lakukan bersama-sama melalui LKM.”
Dalam kesempatan tersebut, Rahmat mengatakan lembaga-lembaga keagamaan seperti masjid, gereja atau pondok pesantren pun dapat berpartisipasi untuk mendirikan LKM. Menurutnya, LKM bisa menjadi wadah untuk memberdayakan jemaat agar bisa berkembang secara finansial melalui program pendanaannya.
Dia menjelaskan bahwa tujuan LKM adalah untuk meningkatkan akses pendanaan skala mikro bagi masyarakat, membantu peningkatan pemberdayaan ekonomi dan produktivitas masyarakat dan membantu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah.
“LKM adalah salah satu solusi bagi gereja, misalnya untuk membantu memperkuat jemaatnya secara finansial. Jemaat dapat menggunakan dana tersebut untuk berwirausaha dan berkembang secara ekonomi. Kalau jemaat kuat, gereja kuat.” kata dia.
Menanggapi sosialisasi dari OJK, Dosen STT Jakarta Kadarmanto Hardjowasito mengatakan LKM ini merupakan salah satu solusi bagi komunitas apapun untuk mewujudkan visi yang jelas untuk keluar dari kemiskinan.
“Kita itu butuh sistem yang menolong orang untuk tidak selamanya jadi marjinal dalam sosial ekonomi. Ini (LKM) upaya yang bisa kita lakukan untuk komunitas kita dalam rangka mewujudkan visi yang mau ditegakkan oleh pendiri negara ini yaitu keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia,” kata dia kepada satuharapan.com di STT Jakarta, hari Rabu (9/12).
Syarat Pengajuan LKM
Analis Eksekutif Senior bidang Pengembangan LKM OJK, Roberto Akyuwen, memaparkan bahwa syarat kepemilikan LKM hanya dapat diajukan jika individu berwarga negara Indonesia, badan usaha milik desa/kelurahan, pemerintah daerah kabupaten atau kota atau koperasi.
“LKM dilarang dimiliki, baik langsung maupun tidak langsung, oleh warga negara asing dan/atau badan usaha yang sebagian atau seluruhnya dimiliki oleh warga negara asing atau badan usaha asing,” kata Robert dalam pemaparannya di STT Jakarta, hari Rabu (9/12).
Kemudian, bentuk badan hukum LKM haruslah berbentuk koperasi atau Perseroan Terbatas (PT) dengan sahamnya paling sedikit 60 persen dimiliki oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau badan usaha milik desa/kelurahan, sisa kepemilikan saham PT dapat dimiliki oleh WNI dan/atau koperasi dengan kepemilikan WNI paling banyak sebesar 20 persen.
Untuk modal pertama LKM, Robert mengatakan untuk wilayah desa/kelurahan sebesar Rp 50 juta, kecamatan sebesar Rp 100 juta dan kota atau kabupaten sebesar Rp 500 juta.
Sebagai lembaga pengawasan, OJK memiliki otoritas untuk mengawasi, membina dan mengatur LKM yang telah terdaftar resmi di OJK secara berkala.
“Dalam melakukan pembinaan LKM, OJK melakukan koordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan koperasi dan Kementerian Dalam Negeri. Pembinaan dan pengawasan LKM juga akan didelegasikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau pihak lain yang ditunjuk oleh OJK,” kata Robert.
Editor : Eben E. Siadari
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...