Loading...
SAINS
Penulis: Martahan Lumban Gaol 16:15 WIB | Sabtu, 14 Februari 2015

Okky: Tarik-menarik RUU Tembakau Abaikan Kesehatan

Anggota Komisi IX DPR. dari Fraksi PPP Okky Asokawati. (Foto: Dok. satuharapan.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – “Tarik-menarik dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pertembakauan memang cukup kuat. Namun bagi saya, hal paling penting yang harus dimuat dalam RUU ini adalah pasal yang melindungi kesehatan masyarakat,” kata Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Okky Asokawati di ruang kerjanya, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (13/2).

Dalam wawancara ekslusif dengan satuharapan.com Okky Asokawati menjelaskan apa yang membuat RUU tentang Pertembakauan–salah satu Prolegnas Prioritas 2015–tidak kunjung disahkan menjadi UU. Padahal pengesahannya telah diajukan pada Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai RUU Insisiatif DPR, pada tahun 2014 silam.

Berikut petikan wawancara satuharapan.com dengan sosok yang pernah menggeluti banyak profesi mulai dari peragawati, model, bintang iklan, pembawa acara televisi, hingga pemain sinetron ini.

satuharapan.com: Apa kekurangan RUU tentang Pertembakauan yang ada saat ini?

Okky Asokawati: Belum ditandanganinya ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) oleh pemerintah menurut saya agak memprihatinkan, bahkan menyakitkan bagi mereka yang ingin melindungi kesehatan masyarakat. Karena ketika kita tidak menandatangani ratifikasi FCTC, artinya pemasaran tembakau di negara kita ini bisa semena-mena, makanya tidak heran ketika perusahaan rokok raksasa punya bisnis yang bagus disini. Salah satu penyebabnya adalah karena kita tidak tanda tangan ratifikasi FCTC itu.

Sebetulnya kalau ada UU yang mengatur pertembakauan itu bisa dijadikan pengganti dari ratifikasi FCTC, tapi UU itu harus memiliki pasal-pasal yang berkaitan dengan menjaga kesehatan masyarakat atau dampak tembakau terhadap kesehatan.

Masalahnya sekarang, setelah saya cermati RUU tentang Pertembakauan, RUU ini lebih banyak mengatur tentang perindustrian, perdagangan, dan pertanian tembakau, tapi tidak ada pasal yang menjelaskan dampak tembakau bagi masyarakat.

satuharapan.com: Apa dampak yang akan terjadi bila RUU tentang Pertembakauan ini disahkan menjadi UU?

Okky Asokawati: Saat ini Indonesia sudah darurat tembakau atau rokok, kalau RUU tentang Pertembakauan seperti yang ada sekarang ini disahkan menjadi UU maka akan sangat membahayakan kesehatan masyarakat.

Kemarin saat Komisi IX DPR melangsungkan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT), perkumpulan ahli kesehatan masyarakat, dan Wanita Indonesia Tanpa Tembakau (WITT), disebutkan usia first smoker  di Indonesia semakin muda, terlebih Australia sudah menjuluki Indonesia sebagai Baby Smoker Country, karena waktu itu ada anak usia lima tahun yang terlihat sedang merokok beredar di internet.

Kalau kita mau berpikir secara cerdas dan rasional, seharusnya kita malu. Karena negara seakan tidak melindungi kesehatan masyarakatnya. Apalagi sekarang Presiden kita, Joko Widodo, memiliki program Nawa Cita. Artinya Jokowi bisa berpihak pada kesehatan masyarakat.

satuharapan.com: Apakah benar RUU tentang Pertembakauan ini untuk melindung petani tembakau di Tanah Air?

Okky Asokawati: Kalau bicara perlindungan pada petani tembakau di Indonesia, sebetulnya dari 50 persen tembakau kita itu impor. Jadi saya rasa itu kurang tepat, kalau memang mau mikirin petani tembakau impornya 10 persen saja, sisanya dengan menggalakan petani tembakau di Indonesia.

Kalau saya begini saja, yang penting adalah kesehatan masyarakat harus terjaga. Lalu kondisi kita yang sudah darurat tembakau atau rokok harus lebih diperhatikan.

Kemudian, RUU tentang Pertembakauan kini sudah masuk Prolegnas Prioritas 2015, artinya kita perlu mengakomodir semuanya. Karena setelah kita amati RUU ini, pasal pengendalian tembakaunya masih sangat minim, itu harus dimasukkan. Kalau tidak bagaiamana kesehatan masyarakat bisa terlindungi? Terus kalau kita mau berpikir lebih jauh lagi, tahun 2030 Indonesia disebut akan mendapat bonus demografi, jika sekarang anak muda sudah merokok semua, maka yang akan terjadi beban Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan membengkak.

satuharapan.com: Apakah perlu ada pembentukan Panitia Khusus (Pansus) RUU tentang Pertembakauan lagi seperti tahun 2014 lalu?

Okky Asokawati: Mengenai Pansus RUU tentang Pertembakauan, kami dari Komisi IX DPR sebenarnya mengalami kecewa dengan pembentukannya tahun 2014 lalu. Sebab, pansus itu dibentuk dengan jumlah 30 anggota, tapi perwakilan dari Komisi IX DPR hanya tiga orang. Seharusnya, jumlah kami lebih dari itu, karena ini menyangkut masalah kesehatan yang merupakan domain kami.

Tapi setelah mendalami isi pembahasan RUU tentang Pertembakauan ini, kami bisa maklum, karena secara garis besar tidak menyinggung masalah kesehatan. Jadi mungkin keikutsertaan Anggota Komisi IX DPR disitu sekedar basa-basi, sebagai persyaratan saja.

Karena memang aspek kesehatan tidak dibahas sama sekali disitu, ke depannya kita lihat saja, apakah pansus serupa akan kembali dibentuk atau tidak.

satuharapan.com: Pesan apa yang ingin disampaikan pada pemerintah, khususnya Menteri Kesehatan, terkait RUU tentang Pertembakauan?

Okky Asokawati: Kemarin kitta sempat rapat dengan Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan (P2PL) dan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan (Kemenkes), untuk menentukan anggaran. Di sana, saya bertanya pada Kepala Balitbangkes Tjandra Yoga Aditama, megapa dari sekian banyak penelitian yang direncanakan, tidak ada penelitian mengenai tembakau. Padahal, kalau Kemenkes membuat penelitian tentang tembakau, itu bisa dipublikasikan pada masyarakat, tapi ternyata mereka tidak membuat.

Sehingga saya berkesimpulan, sepertinya Kemenkes belum fokus pada permasalahan tembakau saat ini, sepertinya Kemenkes masih fokus pada infrastruktur kesehatan untuk mendukung BPJS Kesehatan.

Ke depannya, saya harap pemimpin utama bangsa ini dapat berpihak pada kepentingan rakyat, salah satunya dengan menambah anggaran untuk kesehatan. Karena seharusnya lima persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diperuntukkan masalah kesehatan, tapi kini 2,5 persen saja tidak sampai.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home