Oposisi Turki: 150 Wartawan Dipenjara Setelah Kudeta
ANKARA, SATUHARAPAN.COM-Lebih dari 150 wartawan turki sekarang dipenjarakan, dan ini merupakan jumlah yang lebih banyak dari kasu pada sejumlah kudeta yang terjadi di negara itu.
Pemimpin partai opoisis utama Turki, Kemal Kilicdoraglu, mengatakan bahwa jumlah wartawan Turki yang saat ini di penjara lebih banyak daripada jumlah yang dipenjara di bawah pemerintahan junta pada 1980-an.
Dia mengecam pemerintah yang disebutkan melakukan "kudeta sipil" dalam upaya untuk pembersihan setelah kudeta gagal pada Juli 2016.
Pemimpin Partai Rakyat Republik (CHP), Kilicdaroglu, juga mengkritik penahanan terhadap Deniz Yücel, koresponden harian Jerman, Welt Die, dengan alasan menjadi anggota dari organisasi teroris, penyalahgunaan data pribadi dan propaganda teroris pada 17 Februari
Yücel dibawa ke Kantor Polisi Istanbul untuk bersaksi dalam lingkup penyelidikan atas peretasan (hacking) alamat email pribadi Menteri Energi dan Sumber Daya Alam Turki, Berat Albayrak, yang juga anak tiri Presiden Recep Tayyip Erdogan.
"Mereka memanggil Deniz Yücel untuk bersaksi. Mereka membawanya ke tahanan. Dia ditahan untuk waktu yang lama. Saya berharap dia mendapatkan kembali kebebasannya dalam waktu singkat," katanya.
Kilicdaroglu juga mengkritik pemberhentian secara massal pejabat publik dari pos mereka dengan berdasarkan dekrit keadaan darurat, terutama pemecatan kalangan akademisi.
"Selama (kudeta) 12 September (1980), jumlah akademisi yang dipecat dari jabatan mereka adalah 127 orang. Namun jumlah guru yang telah diberhentikan sejak kudeta 15 Juli adalah 4.811 orang," kata Kilicdaroglu. Dia mengacu pada tanggal deklarasi pemerintahan tentang negara dalam darurat, dan itu sebagai "kudeta sipil."
"Anda lebih buruk daripada (kudeta) 12 September," kata Kilicdaroglu, seperti dikutip harian Turki, Hurriyet.
Kilicdaroglu juga menyatakan bahwa Turki menderita "masalah yang lebih mendesak" seperti pengangguran, meningkatnya masalah pertanian dan penurunan jumlah wisatawan. Menurut dia, warga Turki harus memilih "tidak" pada amandemen konstitusi untuk mengatasi masalah itu secara lebih efektif.
"Mereka yang ingin demokrasi dan kebebasan dan hidup nyaman di negara sendiri sebagai warga negara harus bergandengan tangan! Mari kita memilih 'tidak'," katanya.
Editor : Sabar Subekti
Dampak Childfree Pada Wanita
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Praktisi Kesehatan Masyarakat dr. Ngabila Salama membeberkan sejumlah dam...