Orang Tua Kristen Menamai Anaknya Nama Islam Cegah Pelecehan
PAKISTAN, SATUHARAPAN.COM - Seorang uskup di Pakistan mengatakan bahwa banyak orang tua Kristen di negaranya terpaksa memilih menamai anak-anak mereka dengan nama-nama Islam untuk mencegah mereka menjadi sasaran "pelecehan" di sekolah.
Uskup Keuskupan Hyderabad Pakistan, Samson Shukardin, mengatakan kepada badan amal katolik Aid to Church in Need (ACN) bahwa pelecehan adalah masalah utama bagi siswa-siswi minoritas di sekolah umum.
"Banyak keluarga minoritas menamai anak-anak mereka dengan nama-nama Islam sehingga mereka tidak akan dipilih sebagai orang Kristen yang menjadi sasaran potensial diskriminasi di sekolah dasar atau menengah atau di tingkat perguruan tinggi," kata Uskup Shukardin seperti dilansir dari Christian Today, hari Sabtu (5/10).
Dalam banyak kasus, kata Uskup Shukardin, siswa minoritas mengalami pelecehan di sekolah umum.
Uskup Shukardin mengatakan bahwa bahkan buku pelajaran di sekolah menggambarkan kaum minoritas secara negatif.
"Kelompok minoritas dianggap kafir dan mereka digambarkan secara negatif dalam buku pelajaran, di mana mendukung prasangka melawan kaum minoritas. Para fundamentalis percaya bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang lengkap - bahwa keselamatan hanya ditemukan dalam Alquran sebagai kitab suci terakhir," katanya.
Dia mengatakan bahwa "sebagian besar" minoritas, terutama orang Kristen, "takut akan serangan dan penganiayaan" karena para ekstremis berusaha untuk menimbulkan permusuhan.
Sebagian dari permusuhan itu didasarkan pada kepercayaan yang keliru bahwa orang Kristen adalah sekutu Barat.
"Jika Barat menyerang Muslim di manapun di dunia, kaum fundamentalis yang marah di Pakistan sering menyerang gereja-gereja. Tetapi bukan hanya orang Kristen yang menderita diserang oleh para ekstremis; Muslim moderat dan agama minoritas lainnya juga berisiko menjadi sasaran serangan di Pakistan,” katanya.
Dia mengatakan, ada lebih banyak serangan terhadap masjid daripada di gereja. Muslim fundamentalis membunuh sesama Muslim moderat.
Selain ketakutan akan serangan dan diskriminasi di sekolah-sekolah, ia mengatakan bahwa agama minoritas berisiko diculik, dipaksa pindah agama, dan dinikahi paksa.
"Orang-orang Muslim percaya bahwa mengubah satu orang ke Islam menghasilkan kehidupan abadi bagi mereka. Jika upaya awal gagal, orang-orang beralih ke penculikan. Penculikan dan perkawinan paksa adalah yang paling umum di daerah pedesaan, di mana orang memiliki pendidikan terbatas," katanya.
Dia mengatakan bahwa pendidikan adalah "kunci" bagi pembaruan masyarakat Pakistan, tetapi pada kenyataannya banyak keluarga tidak mampu mendapatkan pendidikan yang baik untuk anak-anak mereka.
"Kami juga membutuhkan sumber daya untuk membantu keluarga yang membutuhkan anak-anaknya dimasukan ke perguruan tinggi, yang tidak mampu dilakukan oleh banyak orang - apalagi memungkinkan mereka untuk mengejar gelar yang lebih tinggi. Pendidikan adalah kunci bagi setiap negara yang berusaha mengubah masyarakat," katanya.
ACN tahun lalu mendanai lebih dari 60 proyek di Pakistan, termasuk pembangunan gereja, pelatihan para suster dan bantuan agama lainnya serta bantuan darurat.(zenith.org/christiantoday.com)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...