Orang Tua Perlu Penguatan Psikologis Hadapi Telinga Kecil Anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Dokter Spesialis Telinga, Hidung, dan Tenggorok (THT) di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) Prof. Dr. dr., Mirta Hediyati Reksodiputra, Sp.THT-BKL, Subsp.FPR(K), mengatakan bahwa kesiapan psikologis orang tua perlu diperhatikan untuk menghadapi anak dengan mikrotia.
“Karena kondisi psikologis orang tua itu sangat berperan penting dan dapat dirasakan oleh anak. Anak itu bisa merasakan kalau orang tuanya sedang cemas atau tidak terima terhadap situasi tertentu,” ujar Mirta saat acara daring tentang kewaspadaan mikrotia yang dipantau dari Jakarta, Selasa (7/11).
Mikrotia merupakan kelainan yang menyebabkan daun telinga bayi tidak terbentuk sempurna sehingga terlihat lebih kecil daripada daun telinga normal. Oleh karena itu, mikrotia juga disebut telinga kecil.
Mirta menuturkan bahwa penting bagi orang tua dengan anak penderita mikrotia untuk memiliki acceptance atau menerima situasi yang terjadi dengan lapang dada sebelum berdiskusi dengan anggota keluarga lainnya mengenai penanganan anak dengan mikrotia, misalnya perencanaan operasi dan sebagainya.
Selain kondisi psikologis orang tua, aspek psikologis pada anak pun harus diperhatikan agar dia tumbuh menjadi anak yang percaya diri. Anak yang terlahir dengan mikrotia perlu memahami bahwa dia memiliki kelebihan.
“Anak harus menjadi seorang manusia yang berjiwa besar dan dia juga perlu tahu bahwa walaupun dia punya kelainan, tapi, dia juga punya kelebihan,” ucap Mirta.
Mirta percaya bahwa setiap orang memiliki bakatnya masing-masing. Bersama orang tua, anak bisa mengembangkan bakatnya agar dia dapat menjalani aktivitasnya sehari-hari tanpa merasa rendah diri di hadapan teman-temannya.
“Jadi, jangan kecil hati. Pasti akan ada jalan dan pasti kita bisa mengatasi itu secara bersama-sama,” kata Mirta.
Pendiri Indonesian Microtia and Atresia Community (IMAC) Anita Putri Ayu menuturkan bahwa adanya rasa sedih saat pertama mengetahui kondisi anak adalah hal yang wajar.
“Boleh sedih, boleh kecewa, tapi, kita tetap harus bisa bangkit, dan pada waktunya nanti kita harus dapat mempertimbangkan apa yang harus diperbuat,” kata Anita.
Oleh karena itu, dia menyarankan orang tua yang memiliki anak dengan mikrotia untuk berkomunikasi dengan pasangan dan anggota keluarga dekat lainnya agar saling menguatkan.
“Kita juga punya komunitas, jadi itulah yang mendukung kita bahwa kita memang tidak menghadapi ini sendiri,” ujar Anita.
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...