Orangtua Perlu Sadar Rating dan Klasifikasi Video Game
BANDUNG, SATUHARAPAN.COM – Mendikbud Anies Baswedan, menyinggung tentang maraknya berita kekerasan oleh dan terhadap anak pada akhir-akhir ini. “Ada berbagai kemungkinan faktor penyebab kecenderungan kekerasan oleh anak yang perlu diteliti besar pengaruhnya. Kita perlu melihat secara utuh faktor-faktor yang ada di sekolah, keluarga dan masyarakat,” katanya.
Ia memberi contoh, tentang kerentanan anak dalam masa perkembangan dalam membedakan yang maya dan nyata, serta sinetron dan video game bagi dewasa, sebagai contoh kemungkinan faktor yang memengaruhi pengambilan keputusan sebagian anak-anak.
Mendikbud juga, menjelaskan video game yang tepat dapat memberikan dampak positif pada anak, bahkan dapat dirancang khusus sebagai media pembelajaran yang efektif bagi perkembangan kognitif, motorik maupun sosial-emosional. Dengan program pendidikan yang baik, anak juga dapat dilatih dari sekadar pengkonsumsi video game menjadi mampu mengembangkan, dan berkreasi secara digital.
Namun tidak bisa dimungkiri juga, tidak semua video game memiliki karakteristik yang cocok, untuk dimainkan oleh anak semua umur. Mendikbud kemudian mengingatkan, atas alasan-alasan inilah media yang dikonsumsi anak, termasuk video game, memiliki sistem rating yang memberi peringatan pembelinya tentang kecocokan konten, untuk dimainkan anak usia tertentu. Di Amerika Serikat misalnya, terdapat sistem Entertainment Software Rating Board.
Dalam sistem ESRB, terdapat enam kategori rating, yaitu: Early Childhood (cocok untuk anak usia dini), Everyone (untuk semua umur), Everyone 10+ (untuk usia 10 tahun ke atas), Teen (untuk usia 13 tahun ke atas), Mature (untuk usia 17 tahun ke atas) dan Adults Only (untuk dewasa), serta satu kategori antara Rating Pending.
Deskripsi konten dalam ESRB pun beraneka, mulai dari Blood and Gore, Intense Violence, Nudity, Sexual Content, sampai Use of Drugs. Di kotak video game biasanya terdapat pengkategorian seperti ini, semisal "Mature 17+: Blood and Gore, Sexual Theme, Strong Language”.
Mendikbud menjelaskan, permasalahan video game di Indonesia adalah peredarannya yang masif dan begitu mudah diakses oleh anak dan remaja, yang memainkannya tanpa memperhatikan kategori rating.
Klasifikasi ini menjadi sangat penting, karena prinsipnya berbagai pihak di sekeliling anak wajib bertanggung jawab terhadap anak yang termasuk kelompok rentan, terhadap berbagai pengaruh teknologi.
Sebagian orangtua pun amat awam terhadap model/rating video game, dan tidak menyadari bahwa tidak semua video game cocok untuk anak semua umur, sehingga terlewat mengawasi anak-anaknya dalam memilih dan bermain video game.
Ia berharap, orangtua menyadari tentang pengkategorian video game ini, serta membimbing dan terlibat bersama anak-anaknya memilih video game yang cocok bagi mereka. Tujuannya agar pada akhirnya anak memiliki media literasi, kemampuan untuk melek media, memahami alat dan konten yang mereka gunakan, dan mampu memilih yang tepat dan berpengaruh positif.
Penggunaan video game yang baik, mampu menghibur tanpa berisiko memberikan dampak buruk, dimainkan dalam porsi yang pas dan seimbang, dengan berbagai alternatif kegiatan lain.
Orang tua juga perlu mahir dalam memanfaatkan video game, sebagai salah satu media pembelajaran sesuai minat dan kebutuhan anak. Mendikbud juga mendorong para pecinta game yang telah memahami sistem rating dalam game untuk membantu menyebarkannya kepada para orangtua dan guru. (kemdiknas.go.id)
Editor : Bayu Probo
Ibu Kota India Tercekik Akibat Tingkat Polusi Udara 50 Kali ...
NEW DELHI, SATUHARAPAN.COM-Pihak berwenang di ibu kota India menutup sekolah, menghentikan pembangun...