Organisasi FBOs Desak Perluasan Akses Perawatan bagi Penderita HIV
ROMA, SATUHARAPAN.COM – Organisasi kemanusiaan berbasis agama (FBOs) bersama dengan Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) mendesak perluasan terhadap akses pengobatan anti-retroviral bagi orang-orang pengidap HIV dan AIDS dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh UNAIDS dan Caritas Iternasional pada 25-26 Februari 2014 lalu di Roma, Italia.
Pertemuan ini dihadiri oleh lebih dari 100 peserta termasuk perwakilan dari tradisi iman Kristen, organisasi-organisasi PBB, Vatikan, pemerintah, donor, komunitas medis dan ilmiah, dan korps diplomatik terakreditasi untuk Takhta Suci.
Di antara peserta tersebut hadir Dr Sue Parry, seorang koordinator dari Afrika Selatan untuk HIV dan AIDS Inisiatif Ekumenis di Afrika (EHAIA), sebuah proyek dari Dewan Gereja Dunia (WCC).
Dalam refleksinya dalam pertemuan tersebut, Parry mengatakan: “Kami telah memeriksa prestasi dan upaya, berbagi pengalaman dan strategi tentang cara terbaik untuk bergerak maju dengan cepat ke depan untuk membawa obat yang dapat memperpanjang kehidupan yang saat ini sangat dibutuhkan oleh begitu banyak orang.”
“Inisiatif perawatan ini adalah untuk keuntungan – tidak hanya untuk orang-orang yang hidup dengan HIV – tetapi juga bagi kita semua untuk memengaruhi satu dengan yang lain,” kata dia.
Parry juga menekankan kebutuhan yang ditekankan pada faktor sosial dari HIV, hak asasi manusia dan hak yang sama untuk kesehatan, terutama bagi orang pinggiran.
“Dampak tersembunyi ada pada budaya yang mempengaruhi tahap hidup pasien, dapat melemahkan upaya kita jika gagal untuk mengakui kekuatan dan mengatasi kenyataan ini,” kata dia. “Jika kita tidak mempromosikan toleransi nol pada semua kekerasan seksual dan berbasis gender, kita tidak akan memenangkan pertempuran melawan HIV.”
Dr Luiz Loures, Asisten Sekretaris Jenderal PBB dan Wakil Direktur Eksekutif UNAIDS mengatakan: “Kita sedang memasuki fase baru di mana kita bisa melihat awal dari akhir AIDS.” Dia juga menambahkan bahwa, “Saat ini FBOs merawat lebih dari 50 persen orang yang hidup dengan HIV, sehingga mereka memiliki skala dan sarana untuk mendorong kita lebih maju lagi.”
Mengingat awal dari HIV, Loures menyebutkan aliansi itu terbentuk antara pasien, keluarga dan gereja-gereja. Ahli profesional yang penuh kasih dari gereja-gereja, terutama gereja Katolik, memiliki pengaruh besar pada kehidupan masyarakat yang terkena dampak pandemi.
Di antara tantangan itu, bagian yang disorot dalam pertemuan tersebut adalah bukti bahwa kesehatan terhadap anak-anak pengidap HIV justru tertinggal, serta meningkatnya tingkat kematian pada remaja, menjaga orang yang sedang dalam pengobatan dan kecenderungan terhadap perawatan kesehatan mental untuk remaja HIV-positif. (oikoumene.org)
Editor : Bayu Probo
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...