Ormas Islam Desak Bima Arya Minta Maaf Terkait HTI
BOGOR, SATUHARAPAN.COM - Gabungan ormas Islam Kota Bogor, Jawa Barat, mendesak Wali Kota Bima Arya Sugiarto untuk meminta maaf kepada masyarakat, karena dinilai telah melanggar konstitusi dengan menghadiri peresmian sekretariat Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Desakan minta maaf ini disampaikan oleh gabungan ormas Islam terdiri atas NU, Gerapan Pemuda Anshor, Banser, ISNU, IPPNU, Fatayat NU, PMIO, Komisariat Pakuan, dan Santri Kota Bogor, dalam aksi damai yang berlangsung di Taman Topi, Kota Bogor, hari Kamis (11/2).
"Kami mengecam kehadiran wali kota yang menghadiri peresmian kantor baru HTI belum lama ini," kata Ketua GP Anshor, Rachmat Imron Hidayat.
Imron menilai, organisasi kemasyarakatan Hizbut Tahrir Indonesia jelas-jelas menginginkan berdirinya negara Islam yang berlawanan dengan konstitusi dan dasar hukum negara Indonesia yakni Pancasila dan NKRI.
"Ini perbuatan makar, kehadiran wali kota Bima Arya artinya sama dengan melegitimasi perbuatan makar HTI yang melanggar falsafah negara," katanya.
Ia mengatakan, tindakan Wali Kota menghadiri peresmian kantor HTI Bogor sudah melanggar sumpah jabatan sebagai kepala daerah dan melukai hati masyarakat Kota Bogor.
"Kehadiran Wali Kota dalam peresmian itu artinya melegalkan adanya ormas yang ingin mendirikan negara Islam di dalam negara Pancasila," katanya.
Selain mengecam tindakan wali kota, ormas juga mendesak politis Partai Amanat Nasional itu untuk meminta maaf kepada masyarakat dalam waktu 1x24 jam yang diterbitkan di media cetak selama tujuh hari berturut-turut.
Wali Kota Bogor menghadiri Silaturahmi Tokoh dan Syukuran Peresmian Kantor DPD II HTI pada Senin (8/2) lalu, didapuk sebagian pembicara kunci. Video kehadiran wali kota menyebar di dunia maya dan mendapat kritikan dari sejumlah nitizen.
Terkait hal ini, Bima Arya Sugiarto memberikan tanggapan dan penjelasan yang disampaikan melalui Humas Pemkot Bogor.
Bima mengatakan, sebagai pemimpin dirinya harus mengayomi dan merawat silaturahmi. Perbedaan keyakinan, agama, cara pandang, politik tidak boleh menjadi hambatan untuk silaturahmi.
"Saya berbeda pendapat dengan kawan-kawan di HTI termasuk soal khilafah serta cara pandang terhadap agama dan negara. Saya tidak sependapat dengan manifesto khilafah HTI," kata Bima.
Ia mengatakan, saat menghadiri peresmian tersebut, secara terbuka disampaikan perbedaan cara pandang yang dimilikinya dengan HTI.
"Bagi saya NKRI dan Pancasila sudah final, harga mati," katanya.
Bima menegaskan, pendiriannya tentang NKRI dan Pancasila sudah final dan tidak bisa berubah sampai kapanpun. Namun, ia tidak setuju dengan kelompok-kelompok yang mencoba memecah belah NKRI, menggantin Pancasila, sampai kapanpun.
"Saya melihat ada persamaan semangat soal melihat musuh bersama seperti korupsi, kemiskinan, pengangguran, HIV/AIDS, kriminalitas, dan lainnya," katanya.
"Saya mengajak HTI untuk fokus pada program penyelesaian persoalan yang berhadapan dengan rakyat, karena ada aspek ideologi sudah selesai, Pancasila dan NKRI harga mati," kata menambahkan.
Menurutnya, pekerjaan rumah meringankan beban masyarakat belum tuntas dikerjakan oleh Pemerintah. Perbedaan adalah keniscayaan. Tetapi kebersamaan harus diperjuangkan.
"Kita masih harus terus belajar dari pendidikan bangsa ini untuk mengelola perbedaan, dan mengedepankan kebersamaan, karena Pemerintah tidak bisa sendiri menyelesaikan persoalan," katanya.
Di akhir kalimatnya, Bima menyampaikan terima kasih atas kritik dan koreksi yang disampaikan kepadanya.
"Saya percaya ini bagian dari proses dialektika menuju Indonesia yang lebih maju," katanya. (Ant)
Kepala Militer HTS Suriah Akan Membubarkan Sayap Bersenjata
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Kepala militer "Hayat Tahrir al-Sham" (HTS) Suriah yang menang m...