Pada Era SBY Teridentifikasi 6 Akar Masalah Kebakaran Hutan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Reader on Law and Gavernance dari Thamrin School Mas Achmad Santosa mengatakan diera pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah dikeluarkan hasil indentifikasi yang meletakkan enam akar permasalahan terjadi Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang perlu segera ditanggulangi.
Pertama kata Achmad ealy warning system yang tidak optimal dan kedua jaringan komunikasi lemah untuk melakukan koordinasi deteksi dan pemadaman karhutla, ketiga lanjut Achmad ketidak patuhan perusahaan-perusahaan pemilik konsesi dalam persiapan dan pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan karhutla di wilayah konsesinya, keempat lemahnya pengawasan dan penegakan hukum, dan kelima kata Achamd konflik dengan masyarakat dan kesulitan akses jalan trasnportasi dan yang terkahir keenam lanjut Achamd belum adanya kebijkan perlindungan kawasan ekosistem gambut.
"Enam akar masalah tersebut dilandasi oleh fakta bahwa ketidak optimalan sistem deteksi dini disebabkan lemahnya koordinasi dalam mendayagunakan data satelit NOAA/Modis dan BMKG," kata Achmad Santoso di Kantor KPBB, Gedung Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (2/4).
Fakta lain, kata Achmad tidak ada satupun perusahaan dari 97 perusahaan perkebunan dari 122 perusahaan kehutanan mematuhi seluruh kewajiban yang diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan.
"Capaian dari kedua kelompok perusahan ini kurang dari 50 persen, untuk tingkat keputusan Pemda, dari enam Kabupaten dan Kota hanya satu Kabupaten yang utuh patuh (92,74 persen dari 67 kewajiban) selebihnya dikategorikan kurang patuh 62 persen mematuhi 67 kewajiban," kata dia.
Faktor ketidak siapan pemerintah daerah juga ikut berpengaruh. Ironisnya lanjut Achmad ketidaktaatan tersebut hampir sebagian besar tidak diberikan sanksi administratif berupa peringatan, berupa peringatan, pembekuan izin atau pencabutan izin sebagai langkah preventif.
Dalam hal pendayagunaan penegakan hukum pidana, lanjut Achmad diterapkan apa bila kebakaran hutan dan lahan sudah terjadi, sejak Tahun 2012 penegak hukum seperti PPNS KLS, Polri, Kejaksaan dan Pengadilan. Telah melakukan penanganan perkara karhutla dibeberapa daerah, namun aparat penegak hukum khususnya Hakim belum melihat kasus hukum karthutla ini sebagai hal penting dan mendesak.
"Pada umumnya putusan Hakim membebaskan terdakwa atau menghukum ringan terdakwa, sehingga praktik penegakan hukum saat ini belum mampu menumbuhkan efek jera bagi pelaku pembakaran hutan dan lahan," katanya.
Editor : Bayu Probo
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...