“Pak Gubernur Lebih Sayang Pengusaha Minuman Keras”
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Fraksi PKS Komisi E (Kesejahteraan Sosial), H. Tubagus Arif, S.Ag kembali meminta Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau yang akrab disapa Ahok untuk menarik pernyataannya melegalkan penjualan minuman beralkohol di minimarket.
Respons ini disampaikan untuk menanggapi pernyataan Ahok pada Selasa (27/1) siang terkait kemungkinan buruk yang terjadi apabila minuman beralkohol kelas A (di bawah lima persen) dilarang beredar. Sebelumnya, Ahok mengatakan jika penjualan minuman beralkohol kelas A (bir) dilarang, justru akan tumbuh pasar gelap seperti di Amerika awal 1920 sampai 1931 oleh mafia Al Capone. Dikhawatirkan pula, jika penjualan alkohol kelas A ini dilarang, penyelundup-penyelundup bir di Jakarta akan semakin merajalela.
Menurut Arif, Ahok harus melihat Jakarta sebagai konteks kota yang dihuni oleh mayoritas suku Jawa, Sunda, Betawi, dan Padang dengan aturan larangan konsumsi minuman beralkohol yang ketat.
“Kita di DKI Jakarta ini tinggal dengan orang berbagai macam etnis dan di dalamnya memiliki sebuah kejelasan. Di Jakarta yang paling banyak adalah suku Jawa, Sunda, Betawi, Padang. Semua ini pun beragama. Oleh karena itu, kami melihat bagaimana pemerintah DKI Jakarta harus mengayomi yang besar (mayoritas, Red),” kata Arif kepada satuharapan.com seusai rapat Paripurna DPRD Provinsi DKI Jakarta Selasa sore.
Menurut Arif, aturan tentang pelarangan minuman beralkohol pun telah jelas tertuang dalam Perda Nomor 8 Tahun 2007 pasal 46 yang berisi pemerintah melarang ada peredaran dan jual beli alkohol di mana saja, jenis A sampai jenis alkoholn tinggi.
“Bahkan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel telah mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 6 Tahun 2015 tentang larangan peredaran minuman keras di supermarket. Kalau peredaran minuman keras dibebaskan, Pak Gubernur Ahok tidak sayang dengan warga Jakarta. Ahok lebih sayang kepada pengusaha minuman keras ketimbang dengam warga Jakarta,” ujar Arif.
Sementara ketika ditanya soal aturan konsumsi rokok yang sama meresahkannya bagi masyarakat, Arif megatakan rokok telah diatur sedemikian rupa.
“Sekarang ini kalau beliau (Ahok, Red) bilang peredaran minuman beralkohol tidak boleh sembarangan, ada aturannya, selektif, dan ketat, nyatanya remaja di bawah usia 21 tahun masih membeli minuman beralkohol. Berbeda dengan rokok. Rokok itu jelas. Kalau rokok kan sudah ada Perdanya Perda 5 Tahun 2005 tentang Pengaturan Wilayah Rokok,” ata Arif.
Menindaklanjuti protesnya, Arif akan meminta Badan Legeslasi Daerah untuk mengagendakan penegasan peredaran minuman keras di Jakarta ini.
“Jadi kalau undang-undang minuman beralkohol kelas A dibolehkan menjual hanya dibeberapa hotel saja, ya terapkanlah hanya di hotel saja. Kalau undang-undang menjelaskan minuman itu hanya boleh di jual di hypermarket ya silakan, tapi tidak boleh di minimarket karena minimarket jelas ada di dekat masyarakat,” kata dia.
Di sisi lain, Arief juga tak mengkhawatirkan potensi turis mancanegara ke Jakarta akan turun jika peraturan pelarangan penjualan minuman beralkohol, termasuk kelas A berlaku karena menurutnya turis asing akan menjaga etika kebangsaan Indonesia.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Dibangun Oleh Korban Penganiayaan, Bethlehem, Kota Natal AS ...
BETHLEHEM-PENNSYLVANIA, SATUHARAPAN.COM-Pada Malam Natal tahun 1741, para pemukim Moravia menamai ko...