Pakar: Dua Triliun untuk Sosialisasi Diabetes
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pakar kesehatan dari Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany mengatakan, pemerintah perlu menganggarkan Rp 2 triliun untuk menyosialisasikan kesehatan dan pentingnya masyarakat menghindarkan diri dari penyakit diabetes mellitus (DM).
"Setidaknya keluarkan Rp 2 triliun untuk promosi kesehatan. Biaya sebesar itu tidak sampai dua persen dari uang yang diterima pemerintah dari cukai rokok sebesar Rp120 triliun," kata Has, yang juga Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat UI di Jakarta, Kamis (13/11).
Has mengatakan, promosi kesehatan tersebut bisa berupa iklan di televisi, diskusi, debat, dan kegiatan bersifat promosi kesehatan lainnya.
"Kita juga punya televisi yang memiliki efek yang baik dalam mempromosikan kesehatan, termasuk tentang diabetes," kata dia, "Rp 2 triliun itu, hanya sedikit biaya jika dibandingkan dengan biaya pengobatan bagi penderita diabetes.”
"Kalau tidak, kita malah bisa mengeluarkan triliunan bahkan ratusan triliun untuk menangani berbagai PTM (penyakit tidak menular) termasuk diabetes. Akibat yang ditimbulkan juga besar jika sampai banyak masyarakat kena PTM, seperti produktivitas yang hilang. Ini tantangan kita, kesehatan yang preventif dan promotif masih lemah," katanya.
Jumlah penderita DM di Indonesia cukup besar. Pada 2014, penderita ada di kisaran 9,1 juta orang. Dalam jangka panjang penderita DM dapat mengancam keberlangsungan program pemerintah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk penanggulangan penyakit gula ini.
Sementara itu, Executive Vice President Chief of Staffs Novo Nordisk, Lise Kingo, mengatakan diabetes merupakan salah satu penyakit yang mengancam di berbagai tempat, baik penduduk di perkotaan maupun pedesaan. Meski begitu, orang di perkotaan lebih rentan karena mereka cenderung lebih sibuk dalam kesehariannya dan mengabaikan aktivitas fisik.
Menurut dia, perlu promosi kesehatan dalam menyadarkan masyarakat tentang pentingnya hidup sehat di tengah tekanan keseharian. Banyak dari masyarakat yang mengalami rutinitas sehari-hari, terlalu sibuk, sehingga kurang bergerak.
"Seiring pertumbuhan ekonomi, justru semakin baik pertumbuhannya malah memicu naiknya penderita diabetes. Alasannya mereka kurang bergerak dengan melakukan aktivitas fisik, terutama mereka yang ada di perkotaan," kata dia.
Maka dari itu, dia sangat mengharapkan seluruh pemangku kepentingan agar memperhatikan pembangunan infrastruktur yang memicu masyarakat untuk terus bergerak demi kesehatan dan kebugaran tubuh.
"Pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya, harus mengupayakan fasilitas publik yang memungkinkan masyarakat untuk beraktivitas fisik, fasilitas yang mudah diakses untuk warga dalam berjalan, berlari, bersepeda, berenang, dan aktivitas fisik lainnya," kata dia.
Bergerak, akan menghindarkan orang dari berbagai penyakit terutama diabetes melitus. "Ada kecenderungan orang enggan bergerak sepulang bekerja dengan bersantai di depan televisi, padahal dia butuh bergerak demi kesehatannya dalam jangka panjang," katanya. (Ant)
Editor : Sotyati
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...