Pakar Lingkungan: Reklamasi Bukan Sekadar Menguruk Laut
SEMARANG, SATUHARAPAN.COM - Pakar lingkungan, Sudharto P Hadi, mengatakan, reklamasi bukan sekadar menguruk laut untuk mengubah menjadi daratan yang baru, tetapi juga memperbaiki lingkungan yang rusak.
"Banyak proyek reklamasi pantai yang justru merusak lingkungan di sekitarnya, termasuk di Semarang. Itu karena tidak berwawasan lingkungan. Tidak sesuai kaidah lingkungan," kata Sudharto, di Semarang, hari Jumat (13/8).
Mantan rektor Universitas Diponegoro Semarang itu menyebutkan, reklamasi pantai terjadi mulai perbatasan Kota Semarang dengan Kabupaten Kendal, Pantai Marina, hingga Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Reklamasi pantai yang dilakukan, kata dia, membuat banyak bangunan yang berdiri menjorok ke laut sehingga mengakibatkan abrasi di wilayah kanan dan kirinya karena terjadi perubahan pola arus laut.
"Saya melihat reklamasi pantai yang dilakukan di Indonesia, termasuk di Semarang berdampak buruk terhadap lingkungan. Berbeda dengan reklamasi pantai yang dilakukan di Jepang dan Hong Kong," katanya.
Pengajar Fakultas Pascasarjana Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro itu menjelaskan istilah reklamasi berasal dari kata to reclaim yang artinya memperbarui lingkungan yang rusak bagi daerah-daerah bekas pertambangan.
Namun, kata dia, sekarang ini banyak yang salah kaprah asal menguruk laut dengan dalih melakukan reklamasi pantai, tetapi justru menyebabkan dampak buruk bagi lingkungan yang ada di sekitarnya.
"Memang, daerah yang direklamasi itu jadi bagus, seperti jadi kawasan industri, perumahan, dan sebagainya. Akan tetapi, daerah-daerah di kanan dan kirinya terdampak dengan kian parahnya erosi," ujar dia.
Sudharto tidak melarang reklamasi pantai dilakukan, namun harus berwawasan lingkungan, antara lain memperhatikan sisi hidrooseanografi, dengan reklamasi yang tidak langsung menempel bibir pantai.
"Ada jarak antara proyek reklamasi dengan bibir pantai. Jadi, arus laut tetap bisa lewat. Ya, memang itu rekayasa teknis. Reklamasi jangan hanya memikirkan diri sendiri, namun sekitarnya," katanya.
Parahnya abrasi, kata dia, juga menjadi salah satu penyebab semakin parahnya rob menggenang daratan, sebagaimana kerap terjadi di Semarang, di samping karena faktor penurunan muka tanah.
"Daratan yang terabrasi terus menerus akan menjadi lebih rendah dari permukaan laut. Akibatnya, daerah yang terabrasi tergenang rob saat air laut pasang. Tidak ada hujan, tetapi air menggenang," katanya. (Ant)
Editor : Sotyati
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...