Pakar Sebut Lima Kriteria Hakim Pilkada
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Katolik Parahyangan Bandung Asep Warlan Yusuf, menyebutkan setidaknya hakim Mahkamah Agung yang akan menangani sengketa pilkada memiliki lima kriteria khusus.
"Hakim khusus untuk penyelesaian sengketa pilkada diartikan sebagai hakim yang memiliki lima kriteria yakni kompeten, memiliki integritas moral baik, bersifat adhoc, tidak boleh menjalankan tugas lain selain pilkada dan terakhir harus memiliki judicial activism," kata Asep di Jakarta, Rabu (21/1).
Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014, tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, yang telah disetujui DPR, untuk menjadi undang-undang, disebutkan penyelesaian sengketa selama tahapan pilkada berada di bawah wewenang Mahkamah Agung (MA).
Untuk penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara (TUN), hakim khusus yang dimaksud dalam Perppu harus merupakan hakim karir di lingkungan Pengadilan Tinggi TUN, dan Mahkamah Agung (MA) RI.
Sementara itu, dalam hal perselisihan atau sengketa hasil perolehan suara, peserta pilkada dapat mengajukan permohonan pembatalan hasil kepada Pengadilan Tinggi (PT ) yang ditunjuk oleh MA RI.
Terkait sengketa pilkada, KPU berharap ada revisi terkait waktu proses penyelesainnya karena pengaturan dalam Perppu dinilai memakan waktu lama.
Komisioner KPU Pusat Ida Budhiati mengatakan, prosedur penyelesaian sengketa pilkada perlu ditata ulang karena menurut Perppu mekanisme hukumnya terlalu berbelit-belit dan memakan waktu yang tidak sedikit, sedangkan waktu yang dimiliki terbatas.
"Prosedur (penyelesaian sengketa) memang sudah jelas, namun waktunya itu yang berbelit-belit. Sehingga KPU menginginkan apakah bisa misalnya itu dirancang ulang dengan ketentuan pengadilan tinggi itu menjadi lembaga peradilan terakhir ,setelah seluruh proses administrasi sengketa ditempuh," kata mantan Ketua KPU Provinsi Jawa Tengah itu.
Merujuk pada Perppu, proses penyelesaian sengketa pilkada bisa memakan waktu hingga tiga bulan sejak pendaftaran pengaduan atau gugatan ke Bawaslu hingga tingkat banding ke MA.
"Sengketa TUN itu memerlukan waktu 64 hari, dan itu hari kerja, yang disengketakan terkait TUN itu adalah semua hasil keputusan yang dikeluarkan KPU. Maka KPU harus menunggu sampai dengan berakhirnya sengketa TUN tersebut, baru kemudian dilakukan tahapan selanjutnya," katanya.
Selain sengketa TUN, terdapat pula sengketa hasil pilkada yang memakan waktu 41 hari kerja. Dengan demikian, jika pemungutan suara pilkada serentak digelar 16 November 2015, maka daerah yang memiliki sengketa hasil pilkada akan memiliki kepala daerah terpilih di 2016.
"KPU bisa menemukan tanggal pemungutan suara serentak itu di 16 Desember 2015, kemudian rekapitulasi pilkadanya itu di akhir Desember 2015 kalau tanpa sengketa hasil. Kalau ada daerah yang bersengketa hasil pilkadanya, itu pasti akan melampaui 2015," katanya. (Ant)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...