Paket Ketujuh Tingkatkan Daya Saing Sektor Padat Karya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyatakan optimistis Paket Kebijakan Ekonomi Tahap VII yang diluncurkan oleh pemerintah, hari Jumat (4/12), akan berdampak positif pada peningkatan daya saing investasi sektor padat karya.
Menurut Kepala BKPM Franky Sibarani dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, hari Sabtu (5/12), paket tersebut menunjukkan komitmen pemerintah terhadap sektor padat karya yang khawatir akan daya saing di tengah biaya produksi yang terus meningkat.
"Paket kebijakan ini diharapkan berdampak positif tidak hanya bagi investor eksisting yang mengalami masalah, tetapi juga menarik minat investasi baru maupun perluasan di sektor padat karya tersebut," katanya.
Dalam paket kebijakan tersebut terhadap tiga poin utama yang berkaitan erat dengan peningkatan daya saing sektor padat karya, yakni insentif tax allowance untuk industri garmen dan industri sepatu, insentif keringanan Pajak Penghasilan (PPh 21) untuk kedua industri tersebut, serta layanan izin investasi tiga jam yang menghasilkan delapan produk perizinan ditambah satu surat booking tanah.
Menurut Franky, perusahaan yang berhak mendapatkan fasilitas pengurangan PPh 21 tersebut adalah perusahaan yang memperkerjakan minimal 5.000 orang, kemudian menyampaikan daftar pegawai perusahaan, serta hasil produksi yang diekspor minimal 50 persen dihitung dari hasil ekspor tahun sebelumnya.
"Keringanan diberikan untuk laporan penghasilan kena pajak sampai Rp 50 juta di bawah per tahun. Keringanan tersebut diberikan dalam waktu dua tahun dan dapat dievaluasi untuk diperpanjang," katanya.
Franky menambahkan bahwsa pemberian insentif tax allowance tersebut akan memerlukan perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu.
"Dalam tax allowance tersebut, perusahaan akan mendapatkan keringanan pajak penghasilan sebesar 5 persen setiap tahun dari nilai investasi selama 6 tahun," ungkapnya.
Dalam komunikasinya dengan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), diperoleh informasi perusahaan-perusahaan industri garmen dan industri sepatu sangat mengharapkan adanya insentif fasilitas keringanan PPh 21 ini dan akan memanfaatkan insentif tersebut.
Mereka juga tidak keberatan dan menyetujui adanya persyaratan penyampaian daftar karyawan perusahaan pada waktu pengajuan permohonan insentif karena ini memang sudah menjadi kewajiban keikutsertaan karyawan dalam BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan.
BKPM mencatat nilai ekspor industri tekstil pada tahun 2014 adalah 5,56 milliar dolar AS dan industri sepatu 2,99 milliar dolar AS.
Pertumbuhan untuk industri tekstil pada semester pertama 2015 meningkat secara signifikan sebesar 613 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp 759 milliar.
Adapun industri sepatu pada semester pertama 2015 meningkat 58 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 3,88 trilliun.
Sementara itu, dari sisi investasi pada periode Januari--September 2015, sektor tekstil dan sepatu mencatatkan realisasi investasi sebesar Rp 11,55 triliun yang terdiri atas sektor tekstil sebesar Rp 9,8 triliun meningkat 148 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya dan sektor sepatu/alas kaki dengan nilai mencapai Rp 1,6 triliun atau turun 35 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Sektor tekstil dan sepatu menyerap 106.103 tenaga kerja efektif atau 6,2 kali dari daya serap sektor lainnya setara dengan penyerapan 17.124 tenaga kerja Indonesia per Rp1 triliun investasi yang dilakukan di sektor tersebut. (Ant)
Editor : Sotyati
Tentara Suriah Menyerah, Tinggalkan Rezim Assad sebagai Imba...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Ratusan mantan tentara Suriah pada hari Sabtu (21/12) melapor kepada pengu...